Persamaan Kasus Kopi Sianida Mirna dan Ferdy Sambo Menurut Hakim Binsar Gultom: Bukti dan Karakteristik Zat Menjadi Sorotan

Binsar Gultom menyoroti kesamaan dalam investigasi korban, penyebab kematian, dan bukti fisik dalam penanganan kasus Kopi Sianida Mirna dan Ferdy Sambo.

Persamaan Kasus Kopi Sianida Mirna dan Ferdy Sambo Menurut Hakim Binsar Gultom: Bukti dan Karakteristik Zat Menjadi Sorotan
Hakim Binsar Gultom

Cydem.co.id' Jakarta - Kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin pada tahun 2016 kembali mencuri perhatian publik setelah dirilisnya film dokumenter berjudul 'Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso' beberapa hari yang lalu. Dalam film tersebut, beberapa tokoh utama seperti pengacara Jessica Wongso Otto Hasibuan, ayah Mirna Edi Darmawan Salihin, dokter forensik dr. Djaja Surya Atmadja, dan hakim kasus, Dr. Binsar Gultom, memberikan wawancara mendalam. Salah satu sorotan dari wawancara tersebut adalah pernyataan Hakim Binsar Gultom tentang persamaan antara kasus Kopi Sianida Mirna Salihin dan kasus Ferdy Sambo, yang terjadi pada tahun 2022.

Dalam wawancaranya di acara Rosi Silalahi, Dr. Binsar Gultom membahas kesamaan antara kedua kasus tersebut. Menurutnya, persamaan terletak pada jumlah bukti yang perlu dihilangkan oleh hakim. "Dalam konteks ini, terdapat beberapa kesamaan dengan berbagai perdebatan terkait kematian korban.

Salah satu aspeknya bukanlah soal jenis racun atau cara penggunaannya, sehingga terdapat perdebatan yang muncul," ungkap Binsar. "Kita harus menghapus banyak bukti fisik yang harus dihilangkan oleh hakim. Oleh karena itu, sebagai hakim, kami memfokuskan perhatian pada surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa. Hal ini penting agar jaksa dapat menerima masukan dari berbagai pihak untuk menghindari timbulnya perdebatan," tambahnya.

Selain itu, dalam kasus Ferdy Sambo yang juga melibatkan kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, hakim Binsar Gultom menjelaskan bahwa ia memeriksa tiga aspek utama: korban, penyebab kematian korban, bukti fisik, dan saksi-saksi yang ada. "Apakah ada korban? Yes, ya. Kedua, mengapa dia meninggal?

Lalu, apa yang menyebabkan ia meninggal?" papar Binsar Gultom. Saat menangani kasus ini, pihak berwenang juga harus memeriksa secara detail bagaimana racun sianida digunakan, terutama karakteristik zat tersebut yang dapat menyebabkan kematian korban. "Dari berbagai alat bukti keterangan saksi yang masuk, ternyata ada beberapa hal yang tidak bersesuaian dengan matinya seseorang itu, kalau memang itu sianida kami pelajari karakteristik sianida itu," ungkapnya.

Keterangan Binsar Gultom membuka wawasan baru terkait proses hukum dalam kasus-kasus beracun seperti ini. Publik kini menantikan langkah-langkah selanjutnya dari penegak hukum untuk memastikan keadilan dalam kasus-kasus serupa yang mungkin terjadi di masa depan.