Kontroversi Putusan KPU Menggabungkan Debat Capres-Cawapres: Todung Mulya Lubis Pertanyakan Konsistensi
Todung menyayangkan KPU yang meniadakan debat antar-cawapres tanpa didampingi capres
Cydem.co.id' Jakarta - Sebuah kontroversi muncul terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggabungkan debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam rangkaian Pilpres 2024. Todung Mulya Lubis, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mempertanyakan konsistensi KPU dan menilai keputusan ini melanggar aturan serta mengurangi transparansi proses pemilihan.
Menurut Todung, KPU seharusnya tetap berpegang pada aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 277 UU Pemilu menegaskan pemisahan antara debat capres dan cawapres, dengan tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres. Todung menilai bahwa keputusan KPU untuk menggabungkan debat tersebut tidak hanya menyimpang dari ketentuan yang sudah ada tetapi juga merugikan publik karena menghilangkan kesempatan untuk menilai secara utuh kualitas dan komitmen cawapres.
"Dalam konteks ini, debat antar-cawapres perlu dan wajib dilakukan," ujar Todung dalam keterangan resminya. Ia berpendapat bahwa pemilih perlu mengetahui kualitas dan komitmen para cawapres, karena wakil presiden nantinya akan mengambil alih tugas dan fungsi sebagai pemimpin saat terjadi situasi yang tidak memungkinkan presiden menjalankan tugasnya.
Meski Undang-Undang Pemilu tidak menjelaskan secara rinci pemisahan antara debat capres dan cawapres, Todung menegaskan bahwa Pasal 277 UU Pemilu secara jelas menyatakan adanya pemisahan tersebut. Ia sangat menyayangkan tindakan KPU yang meniadakan debat antar-cawapres murni tanpa didampingi capres dan berharap agar pelaksanaan debat kembali sesuai dengan format yang telah diatur dalam UU Pemilu.
Sebelumnya, KPU mengumumkan keputusan untuk menggabungkan debat capres dan cawapres Pilpres 2024, di mana semua pasangan calon akan hadir bersamaan. Meskipun KPU tetap akan memberikan proporsi yang lebih besar pada capres saat debat capres, Hasyim Asy'ari, Ketua KPU, menjelaskan bahwa hal ini dimaksudkan agar pemilih dapat melihat sejauh mana kerja sama antara capres dan cawapres.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan seputar konsistensi KPU dan implikasinya terhadap transparansi dan evaluasi masyarakat terhadap kualitas para calon, terutama para cawapres yang memiliki peran penting dalam pemerintahan. Todung Mulya Lubis menekankan bahwa KPU seharusnya hanya sebagai pelaksana UU Pemilu dan tidak berwenang mengubah apa yang telah ditulis dalam undang-undang tersebut.