Khawatir Dampak Limbah Nuklir, Indonesia Mengimpor 16 Juta Kg Ikan dari Jepang
CYDEM.CO.ID, Jakarta, - Keputusan Jepang untuk membuang air olahan dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi telah memicu kekhawatiran di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dampak kontroversial dari langkah ini juga berdampak pada ekspor ikan Jepang, yang merupakan salah satu sumber impor utama bagi Indonesia.
Sejak bencana tsunami pada tahun 2011 yang merusak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir tersebut, lebih dari satu juta ton air limbah yang telah diolah terakumulasi di situs tersebut. Jepang sekarang berniat untuk membuang limbah tersebut ke Samudra Pasifik. Meskipun Badan Energi Atom Internasional (IAEA), lembaga pengawas nuklir PBB, telah mendukung rencana ini, kekhawatiran muncul terkait potensi kandungan isotop berbahaya dalam air olahan yang dapat membahayakan manusia dan ekosistem laut.
Terkait dengan impor produk makanan berisiko tinggi dari Jepang, Malaysia telah mengumumkan rencana untuk memeriksa ketat semua produk tersebut sebelum masuk ke negara mereka. Sementara Jepang merupakan salah satu negara importir produk perikanan terbesar di dunia, posisi Indonesia juga patut diperhatikan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah impor ikan segar dingin atau beku dari Jepang mencapai 16,38 juta kilogram selama periode Januari-Desember 2022. Dalam kenyataannya, ini adalah jumlah yang signifikan. Selain itu, jenis hasil tangkapan laut seperti udang dan krustasea juga menjadi bagian impor dengan total berat mencapai ratusan ribu kilogram.
Kendati belum ada data resmi mengenai dampak pembuangan limbah nuklir terhadap impor ikan dari Jepang, penting untuk mempertimbangkan ketersediaan pasokan di masa mendatang. Terutama karena jenis ikan yang diimpor dari Jepang memiliki karakteristik khusus seperti salmon, ikan shisamo, dan belut Jepang.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa impor produk perikanan dari Jepang telah mencapai nilai US$ 10,3 juta pada periode Januari-Juni 2023. Mayoritas impor ini digunakan sebagai bahan baku industri dan juga untuk memenuhi permintaan di sektor horeka yang berkembang pesat di Indonesia, terutama makanan khas Jepang yang populer di kalangan masyarakat.
Sementara itu, di Singapura, makanan laut Jepang belum dilarang. Badan Pangan Singapura (SFA) mempertahankan pandangannya mengenai keamanan pangan yang diimpor dari Jepang. Mereka telah mengawasi hasil pangan, termasuk radiasi, dengan baik sejak tahun 2013 dan memastikan bahwa produk makanan yang tidak memenuhi standar inspeksi dan pengujian tidak akan beredar di Singapura.
Namun, pemerintah Indonesia perlu mengambil tindakan serius terkait hal ini, mengingat potensi dampak negatif yang bisa membahayakan perairan Indonesia dan ekosistemnya. Hal ini memiliki implikasi jangka panjang yang dapat mengganggu keseimbangan ekologis dunia.