Janji Cak Imin Memberi Modal Rp10 Juta Dinilai Sebagai Lagu Lama yang Sulit Terwujud

Yusuf Rendy: Program tanpa bunga dan agunan sulit terwujud jika melalui perbankan konvensional

Janji Cak Imin Memberi Modal Rp10 Juta Dinilai Sebagai Lagu Lama yang Sulit Terwujud
Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) berjanji memberi modal Rp10 juta tanpa agunan dan bunga bagi pemuda untuk usaha jika menang di Pilpres 2024.

Cydem.co.id' Jakarta - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, telah berjanji untuk memberikan modal sebesar Rp10 juta tanpa agunan dan bunga kepada para pemuda untuk mendirikan usaha jika ia menang dalam Pilpres 2024. Meskipun janji tersebut diumumkan sebagai inisiatif baru, beberapa pihak menyatakan bahwa program serupa sudah ada sebelumnya.

Cak Imin menganggap modal sebagai syarat utama bagi pemuda untuk memulai usaha dan menciptakan lapangan kerja. Namun, tidak semua generasi muda memiliki modal finansial yang cukup. Dalam sebuah diskusi di Universitas Negeri Padang, Cak Imin menyatakan, "Kaum muda dengan visibility memadai akan diberi modal Rp10 juta tanpa agunan dan tanpa bunga, sesuai dengan kapasitas manajemen yang mereka siapkan."

Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), menganggap bahwa janji tersebut tidaklah baru. Ia mencatat bahwa bantuan permodalan untuk masyarakat sudah ada dalam program-program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan UMi. Meski namanya berbeda, konsep permodalan ini mirip dengan apa yang dijanjikan Cak Imin.

Bhima menilai bahwa penyediaan modal usaha seharusnya melibatkan seleksi calon peminjam yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan. Ia memperingatkan bahwa perbankan perlu memperhatikan proposal usaha yang diajukan oleh para peminjam agar tidak terjadi penyalahgunaan dan moral hazard.

Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menyatakan keraguan terkait kemungkinan mewujudkan program pembiayaan tanpa bunga dan agunan. Menurutnya, apabila skema ini melibatkan perbankan sebagai penyalur, hal tersebut akan sulit direalisasikan karena perbankan memiliki kebijakan dan kaidah tersendiri dalam penyaluran modal.

Rendy menyoroti bahwa penyaluran kredit usaha perbankan selalu melibatkan bunga, dan agunan diperlukan sesuai dengan profil risiko penerima dana. Ia menyatakan bahwa jika bantuan modal diberikan langsung, hal itu akan memberatkan negara karena memerlukan tambahan anggaran di tengah terbatasnya ruang belanja APBN.

Kesimpulannya, beberapa pihak skeptis terhadap kemungkinan mewujudkan janji Cak Imin dalam memberikan modal tanpa agunan dan bunga sebesar Rp10 juta, dan menekankan pentingnya seleksi calon penerima untuk menghindari penyalahgunaan program.