Kasus Kopi Sianida Viral Lagi, Jessica Wongso Ajukan Peninjauan Kembali?
Juru Bicara Mahkamah Agung, Suharto, menjelaskan aturan pengajuan peninjauan kembali berdasarkan SEMA Nomor 10 Tahun 2009 yang memungkinkan dua kali pengajuan apabila ada putusan yang bertentangan.
Cydem.co.id' Jakarta - Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin, akan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), menurut pengacaranya, Otto Hasibuan. Pengajuan PK ini tidak terkait dengan kemenangan atau kekalahan dalam kasusnya, tetapi bertujuan mencari keadilan.
Pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, mengumumkan rencana kliennya untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam kasus kopi sianida yang telah kontroversial. Jessica, yang telah dihukum 20 tahun penjara atas tuduhan meracuni Mirna Salihin dengan sianida melalui kopi pada tahun 2016, telah menjalani hukuman selama 7 tahun.
Otto Hasibuan menyatakan bahwa pengajuan PK ini tidak berhubungan dengan apakah Jessica menang atau kalah dalam perkara ini. Sebaliknya, tujuannya adalah mencari keadilan dan menegakkan kebenaran dalam kasus yang telah memicu perdebatan panjang di masyarakat.
Namun, Otto belum dapat memastikan kapan pengajuan PK kedua oleh Jessica ke MA akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan aturan pengajuan PK yang diatur dalam SEMA Nomor 10 Tahun 2009, di mana PK dapat diajukan dua kali apabila ada dua putusan yang bertentangan.
Kasus ini menjadi sorotan kembali setelah peluncuran film dokumenter berjudul "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" di Netflix. Film ini menggambarkan bahwa Mirna Salihin meninggal karena keracunan sianida. Film tersebut memicu berbagai polemik dan mempertanyakan sejauh mana penyelidikan polisi terhadap kasus ini.
Sementara beberapa pihak melihat film ini sebagai hiburan semata, Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengingatkan masyarakat untuk memisahkan antara hiburan dan persoalan hukum. Ia menjelaskan bahwa kasus ini telah melewati berbagai tahap pengujian hukum, termasuk pengadilan tingkat tertinggi, yaitu Mahkamah Agung. Oleh karena itu, putusan pengadilan harus dihormati sebagai kekuatan hukum tetap.
Sugeng juga menyoroti bahwa film tersebut mungkin memiliki kepentingan tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan rating. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk teredukasi dan memahami proses hukum yang telah dilalui kasus ini sejauh ini.