PDIP: Keanggotaan Gibran Berakhir, Pengunduran Diri sebagai Tindakan Etika yang Diharapkan
Basarah PDIP Kritik Etika Politik Gibran, Menyatakan Perlunya Pengunduran Diri Resmi
Cydem.co.id' jakarta - Suasana politik di Indonesia semakin memanas setelah Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, menyoroti mantan Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang menerima tawaran sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. Dalam pernyataannya pada acara temu relawan di GBK, Jakarta, Basarah dengan tegas mengatakan bahwa langkah Gibran melanggar garis partai dan etika politik PDIP. Menurut Basarah, seharusnya Gibran mengundurkan diri secara resmi dari partai setelah menerima pinangan dari calon di luar PDIP.
"Keputusan Gibran untuk mencalonkan diri sebagai cawapres bertentangan dengan garis politik PDIP, maka dia secara otomatis keluar dari aturan main partai. Ini bukan hanya soal politik, tetapi juga soal etika," tegas Basarah.
Menurut Basarah, setiap organisasi memiliki aturan main, dan sebagai kader PDIP, Gibran seharusnya mematuhi keputusan partai yang telah mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Basarah juga menunggu tindakan itikad baik dari Gibran untuk mundur secara resmi dari partai, sebagai bentuk kesetiaan pada etika politik dan keputusan partai.
Sementara itu, Gibran sendiri telah menegaskan statusnya sebagai cawapres Prabowo secara terbuka. Meskipun dia menyadari bahwa keputusannya dapat mengakibatkan dicap sebagai pengkhianat oleh PDIP, Gibran dengan tegas menerima konsekuensi tersebut.
"Status saya sudah jelas, saya tidak keberatan dicap sebagai pengkhianat. Itu tidak masalah bagi saya," ucap Gibran dengan mantap di RSPAD Jakarta.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komaruddin Watubun, telah menyatakan bahwa secara de facto, keanggotaan Gibran di PDIP berakhir setelah pendaftarannya sebagai cawapres dari Koalisi Indonesia Maju. Meski demikian, PDIP tidak mempermasalahkan keputusan Gibran dan memandangnya sebagai hal yang wajar jika seseorang memutuskan berpindah atau keluar dari partai.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas dinamika politik di Indonesia dan menimbulkan pertanyaan tentang loyalti partai dan kebebasan individu dalam mengambil keputusan politik. Publik menantikan bagaimana perkembangan selanjutnya dalam persaingan politik menjelang Pilpres 2024 dan bagaimana partai-partai akan menanggapi keputusan kader-kadernya di tengah dinamika politik yang semakin kompleks.