KPK Menorehkan Sejarah: Setor Rp12,3 Miliar dari Eks Wali Kota Bekasi dan Mantan Kepala BPN Riau ke Kas Negara
Pepen saat ini menjalani pidana 12 tahun dan membayar denda tambahan Rp1 miliar, serta mencabut hak politik selama tiga tahun
Cydem.co.id' Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencatatkan prestasi baru dengan menyetorkan uang rampasan dan cicilan uang pengganti senilai Rp12,3 miliar ke kas negara. Uang tersebut diperoleh dari terpidana mantan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi alias Pepen, dan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengungkapkan dalam keterangan tertulisnya bahwa Jaksa eksekutor Andry Prihandono melalui biro keuangan telah berhasil menyetorkan jumlah tersebut pada Rabu (25/10). "Uang rampasan dan cicilan uang pengganti senilai Rp12,3 miliar diperoleh dari terpidana Rahmat Effendi dan rekan-rekannya," ujar Ali.
Dari Rahmat Effendi alias Pepen, KPK berhasil merampas uang senilai Rp10,2 miliar, yang meliputi sejumlah uang tunai dalam rupiah dan mata uang asing. Uang tersebut telah dijadikan barang bukti selama proses persidangan dan akhirnya dirampas sesuai putusan majelis hakim. Pepen saat ini telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong, Jawa Barat, dan dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun dikurangi masa penahanan.
Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga menetapkan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan dan mencabut hak politik Pepen selama tiga tahun setelah menjalani masa pidana pokok. Barang-barang hasil tindak pidana yang diperoleh Pepen, seperti bangunan dan fasilitas meubelair Vila Glamping Jasmine di Jawa Barat, serta dua unit mobil Cherokee, juga diambil alih oleh negara.
Sementara itu, uang sebesar Rp2,1 miliar yang disetorkan oleh KPK berasal dari mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, M Syahrir. Syahrir divonis 12 tahun penjara atas kasus korupsi dan pencucian uang.
Penyetoran ini menandai komitmen KPK dalam memaksimalkan proses asset recovery, memulihkan dana publik yang telah disalahgunakan oleh pejabat korup. Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan dalam pemberantasan korupsi, tetapi juga menciptakan deterensi bagi pejabat yang berniat untuk melakukan tindak pidana korupsi di masa depan. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa tindakan korupsi akan berakhir dengan keadilan dan pemulihan dana negara, yang pada gilirannya, akan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pemerataan di seluruh negeri.