Dinasti Politik: Tantangan Kesejahteraan Demokrasi Global.
Pertalian keluarga dalam jabatan politik di banyak negara menunjukkan tren keturunan politik yang memengaruhi dinamika politik dan pemerintahan.
Cydem.co.id' jakarta - Munculnya pejabat atau calon pejabat tinggi negara yang memiliki hubungan keluarga dengan pejabat politik saat ini maupun sebelumnya mengindikasikan ketidaksetaraan yang semakin meningkat dalam akses ke kekuasaan dan pengaruh politik. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan yang merayap dalam struktur politik dan mempengaruhi kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Khususnya, praktik dinasti politik yang mendominasi berbagai negara demokrasi telah menimbulkan kekhawatiran serius terhadap masa depan demokrasi dan pembangunan di seluruh dunia.
Penelitian menunjukkan bahwa fenomena ini telah merajalela di banyak negara, dari Argentina hingga Filipina, Amerika Serikat hingga Malaysia. Politisi dan pejabat tinggi yang menduduki posisi penting di negara-negara demokratis sering kali mewarisi jabatannya dari anggota keluarganya, menciptakan pola kepemimpinan turun-temurun yang dapat memengaruhi dinamika politik dan pemerintahan. Di Indonesia, khususnya, praktik ini juga sangat umum terjadi di semua lini kekuasaan, dari tingkat daerah hingga pusat.
Pentingnya perkara ini semakin terbukti dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan ini memungkinkan individu yang memiliki hubungan politik yang kuat, terutama yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu, untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang akses yang adil dan peluang setara dalam dunia politik bagi generasi muda yang tidak memiliki hubungan politik yang kuat.
Namun, dampak dari dominasi dinasti politik tidak hanya terbatas pada aspek politik. Penelitian juga menyoroti konsekuensi ekonomi dari praktik ini. Studi empiris menunjukkan bahwa anggota dinasti politik cenderung mengalami peningkatan nilai kekayaan yang signifikan, bahkan melebihi pertumbuhan aset mereka jika mereka berinvestasi di pasar saham. Fenomena ini menciptakan ketidaksetaraan ekonomi yang mendalam di dalam masyarakat, dengan orang-orang terkaya semakin memperkaya diri mereka sendiri melalui pengaruh politik yang mereka miliki.
Namun, tidak semua dinasti politik menciptakan hasil yang positif bagi negara mereka. Contoh dari berbagai negara menunjukkan bahwa masa kekuasaan yang panjang tidak selalu menjadi jaminan bagi keberhasilan atau kebaikan dalam pembangunan negara. Beberapa dinasti politik, seperti yang terjadi di Filipina dan Haiti, telah merugikan negara mereka dengan tindakan korupsi dan pengelolaan ekonomi yang buruk.
Pentingnya memahami dinamika dinasti politik dalam konteks demokrasi dan pembangunan tidak bisa diabaikan. Upaya untuk membangun masyarakat yang adil dan setara memerlukan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang merata dalam proses politik. Semakin banyak negara yang bergerak menuju reformasi politik yang membatasi pengaruh dinasti politik, semakin besar harapan untuk menciptakan demokrasi yang sejati dan pembangunan yang berkelanjutan bagi semua warganya.