Untung-Rugi Resesi Eropa Bagi Indonesia

Cydem Category Ekonomi

Untung-Rugi Resesi Eropa Bagi Indonesia
Image From : KEMENKOPUKM

Cy-Ekonomi, Jakarta Zona Eropa atau kawasan Eropa memasuki resesi teknis pada kuartal pertama tahun 2023. Resesi Eropa terjadi setelah ekonomi yang mencakup 20 negara mengalami kontraksi sebesar 0,1% pada kuartal pertama tahun 2023, menurut perkiraan revisi dari kantor statistik regional, Eurostat. Menanggapi hal tersebut, Ronny P Sasmita, Pengamat Ekonomi Indonesia Economic and Strategic Action, mengatakan Eropa merupakan salah satu kawasan yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian dunia, selain China dan Amerika Serikat. 
 
Jadi, jika kawasan ini mengalami resesi, tentu akan sangat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi global. "Resesi di Eropa akan menambah tekanan ekonomi global setelah prospek ekonomi China dan AS juga semakin tidak menentu," kata Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (6/10/2022).
 
Lantas apa dampak resesi Eropa terhadap Indonesia? Menurut Ronny, bagi Indonesia, resesi Eropa berpeluang menurunkan permintaan kawasan akan bahan baku dan produk ekspor dalam negeri. 
 
Selain itu, prospek investasi asing (terutama FDI) dari kawasan Eropa juga akan semakin buruk, karena likuiditas yang ada di Eropa akan didorong untuk fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. “Namun, resesi di Eropa dapat menjadi peluang bagi negara berkembang untuk menarik investasi dari kawasan lain, karena daya tarik investasi di kawasan Eropa otomatis akan berkurang akibat resesi tersebut,” ujarnya.
 
Menyikapi hal tersebut, pemerintah perlu mengambil beberapa langkah. Pertama, pemerintah harus terus mengembangkan pasar internasional untuk ekspor produk dan bahan mentah dalam negeri.
 
Kedua, pemerintah harus segera menangkap peluang untuk mendapatkan investasi asing, yang awalnya berniat untuk berinvestasi di Eropa kemudian ditunda karena resesi di kawasan tersebut. Ketiga, pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah untuk mencegah resesi di Eropa yang secara signifikan merusak kinerja ekonomi nasional, terutama dalam hal nilai tukar mata uang. 
 
“Karena biasanya ketika ekonomi global menjadi lebih tidak pasti, mata uang keras seperti dolar akan menguat karena investor berusaha mencari tempat yang aman untuk menjamin atau melindungi nilai investasi mereka,” pungkasnya.

 ini dampaknya di Indonesia 
 
 
Sebelumnya, zona euro atau kawasan Eropa memasuki resesi teknis pada kuartal pertama tahun 2023. 
 
Resesi di Eropa terjadi setelah ekonomi, yang mencakup 20 negara, mengalami kontraksi sebesar 0,1% pada kuartal pertama tahun 2023, menurut perkiraan yang direvisi dari kantor statistik regional, Eurostat. Konsumsi rumah tangga di wilayah ini juga turun 0,3% pada paruh pertama tahun 2023 karena konsumen menghadapi kenaikan harga makanan dan energi.
 
Sebelumnya, ekonomi terbesar Eropa, Jerman, tergelincir ke dalam resesi setelah mencatat kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Produk domestik bruto (PDB) Jerman turun 0,3% pada kuartal pertama 2023, menurut data dari Kantor Statistik Federal, Destatis. Negara ini telah mencatat kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,5 persen. Menurut Ekonom dan CEO CELIOS, Bhima Yudhistira, resesi di Eropa akan berdampak pada kinerja ekspor karena penurunan kapasitas manufaktur yang akan menurunkan permintaan bahan baku dari Indonesia.
 
Selebihnya, bahkan di segmen produk jadi, seperti pakaian dan alas kaki, penjualan bisa turun. Bhima menjelaskan per Mei 2023, PMI manufaktur HCOB zona Eropa turun menjadi 44,8 atau berada dalam fase kontraksi.
 
Eropa sendiri memiliki pangsa 7,25% dari total volume ekspor Indonesia, dan kinerja ekspor mengalami penurunan sebesar 18% pada Januari-April 2023. “Prospek akan sangat samar untuk pasar Eropa. Dari transmisi risiko investasi, trennya menurun tajam dari 2021-2022. Nilai investasi di Eropa mengalami koreksi dari $3,45 miliar menjadi $2,9 miliar pada akhir tahun 2022," kata Bhima dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (9/6/2023).
 
“Investor di Eropa akan berpikir ke dalam, mereka akan melihat dulu situasi di negara mereka sendiri,” katanya. Apa yang harus diantisipasi oleh pemerintah?
 
Mengantisipasi dampak resesi di zona euro, menurut Bhima, pemerintah harus melakukan langkah-langkah mitigasi, mulai melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor di luar Eropa, yang tentunya membutuhkan diplomasi perdagangan dan market intelligence yang baik. Selain itu, perlu juga “meningkatkan kekuatan pasar internal, terutama beberapa produk yang dapat diserap secara internal”. 
 
“Produsen yang bergantung pada bahan baku dari Eropa juga harus mencari bahan baku alternatif yang lebih stabil, sehingga dari sisi keuangan sebaiknya BI dan OJK memperhatikan bank atau asuransi yang memiliki ikatan keuangan Eropa,” Bhima dijelaskan.