Perdebatan Mekanisme Pemilihan Gubernur DKJ: Pemerintah Serukan Pilkada, Bukan Penunjukan Presiden

Menteri Tito Karnavian tegaskan bahwa pemilihan Gubernur DKI Jakarta harus melalui pilkada, bukan penunjukan presiden

Perdebatan Mekanisme Pemilihan Gubernur DKJ: Pemerintah Serukan Pilkada, Bukan Penunjukan Presiden
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sebelumnya dikenal juga sebagai Kapolri saat masih aktif di Korps Bhayangkara.

Cydem.co.id' Jakarta - Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, memimpin rapat kerja yang menegaskan sikap pemerintah terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Pemerintah menegaskan bahwa posisi kepala daerah tersebut harus tetap dipilih melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan menolak rencana mekanisme penunjukan langsung oleh presiden.

Sikap ini diungkapkan Tito Karnavian dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR dan DPD RI yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi DKJ pada hari Rabu (13/3). Meskipun polemik seputar RUU DKJ telah mencuat di ruang publik, Tito menegaskan bahwa sikap pemerintah telah jelas sejak awal.

"Dari awal draf kami, sikap pemerintah tetap pada pemilihan melalui Pilkada, bukan penunjukan langsung oleh presiden," ujar Tito.

Pernyataan tersebut mencuat sebagai respons terhadap isu yang disoroti dalam draf RUU DKJ, yang mengatur penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden, sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (2) RUU tersebut.

Menurut Tito, mekanisme ini tidak sesuai dengan prinsip yang dipegang pemerintah. "Sekali lagi, dari awal draf kami, draf pemerintah sikapnya dan drafnya juga isinya sama, dipilih bukan ditunjuk," tegasnya.

Meskipun Tito mengakui bahwa isu ini telah menjadi polemik di masyarakat, dia menekankan bahwa Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Baleg DPR hari ini adalah forum formal untuk menjawab dan mengklarifikasi posisi pemerintah.

Rancangan Undang-Undang ini sebelumnya menciptakan kontroversi karena mencakup mekanisme penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden, dengan penjabaran dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal tersebut.

Dalam versi draf RUU ini, Gubernur Jakarta diangkat untuk menjabat selama lima tahun, dengan opsi untuk menjabat kembali selama lima tahun berikutnya jika dipilih oleh presiden.