Konflik Israel-Palestina Mencapai Titik Kritis, Kabinet Israel Terpecah Menyusul Penolakan Gencatan Senjata
Amerika Serikat dan sejumlah pemimpin politik di Israel mengecam penolakan gencatan senjata, menyoroti masalah politik di dalam negeri Israel
Cydem.co.id' jakarta - Konflik berdarah antara Israel dan Palestina mencapai puncak ketegangan saat Pasukan Israel memasuki Gaza dan serangan udara melanda wilayah Palestina yang dikuasai Hamas sebagai balasan atas serangan mematikan pada 7 Oktober lalu. Namun, dalam keadaan genting ini, Kabinet Perang Israel juga menghadapi masalah internal serius.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gencatan senjata, menyatakan bahwa hal itu berarti menyerah kepada Hamas. Pernyataan tegas ini membuatnya mulai diragukan oleh kabinetnya sendiri, termasuk oleh pihak militer dan intelijen Israel, yang merasa Netanyahu menyalahkan mereka atas kegagalan serangan Hamas. Keresahan ini mencuat setelah Netanyahu menyebut kepala intelijen dan angkatan darat Israel gagal sehingga serangan Hamas menewaskan 1.400 warga Israel.
Situasi semakin rumit dengan keberatan Amerika Serikat terhadap gencatan senjata, menginginkan "jeda" untuk memasukkan bantuan ke Gaza namun tanpa gencatan senjata. Ketegangan ini memunculkan pertanyaan tentang kemampuan Netanyahu memimpin perang besar tanpa mengutamakan keamanan nasional di atas kepentingan politiknya. Mantan Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, yang sekarang menjadi oposisi Netanyahu, bahkan meminta maaf atas pernyataan Netanyahu di media sosial dan mendesaknya memberikan dukungan penuh kepada militer.
Sementara itu, di medan pertempuran, pasukan Israel bergerak maju ke Gaza, menyebabkan kekacauan dan meningkatkan ketakutan di kalangan penduduk Gaza. Bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan terhambat oleh situasi yang semakin buruk. Akses air, makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya terputus, meningkatkan penderitaan warga sipil.
Dalam konteks ini, Organisasi PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, menyerukan Dewan Keamanan untuk menuntut gencatan senjata segera guna mengatasi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara itu, protes dan kemarahan terhadap Israel meluas di seluruh dunia, menciptakan tekanan lebih lanjut pada komunitas internasional untuk mencari solusi damai dalam konflik yang terus memakan korban jiwa ini.