Jimly Asshiddiqie Umumkan Sanksi Etik bagi Hakim MK
Keputusan MKMK memicu perdebatan intens di kalangan politisi, warga negara, dan pengamat politik, mengenai konsekuensi dampaknya pada dinamika politik Indonesia
Cydem.co.id' jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa sembilan hakim konstitusi melanggar kode etik terkait putusan syarat batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Pengumuman putusan tersebut disampaikan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa petang. Dalam putusan yang menciptakan kontroversi, MKMK menyatakan bahwa sembilan hakim tersebut tidak dapat menjaga kerahasiaan informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Menurut Jimly Asshiddiqie, Majelis MKMK memutuskan bahwa para hakim terlapor bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Mereka menjatuhkan sanksi teguran secara kolektif kepada para hakim terlapor. Keputusan ini muncul setelah MKMK menerima 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK, dengan Anwar Usman, Ketua MK, menjadi yang paling banyak dilaporkan dengan total 15 laporan, termasuk dari pakar hukum tata negara Denny Indrayana.
Kontroversi putusan ini terkait dengan keputusan sebelumnya MK yang mengizinkan seseorang mendaftar sebagai capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau pernah menduduki jabatan publik melalui pemilu. Keputusan ini memberi peluang kepada Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, yang belum mencapai usia 40 tahun, untuk maju sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Putusan ini telah menciptakan perdebatan di kalangan masyarakat, terutama karena dampaknya pada kontestasi politik nasional mendatang. Warga negara, politisi, dan pengamat politik menantikan perkembangan lebih lanjut terkait putusan ini, yang dapat mempengaruhi dinamika politik Indonesia menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun depan.