KPU Tidak Menyulitkan Jokowi, Presiden Boleh Berkampanye Menyongsong Pilpres 2024

Presiden diperbolehkan berpihak dan ikut kampanye selama mematuhi aturan waktu dan tidak menggunakan fasilitas negara

KPU Tidak Menyulitkan Jokowi, Presiden Boleh Berkampanye Menyongsong Pilpres 2024
KPU respons pernyataan Jokowi presiden bisa memihak dan kampanye Pilpres 2024.

Cydem.co.id' Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia menyatakan sikap netral dan tak menghadang partisipasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye Pilpres 2024. Komisioner KPU, Idham Holik, menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Menurut Idham Holik, "UU pemilu, khususnya pasal 281 ayat 1, memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota untuk ikut dalam kegiatan kampanye." Namun, ia menegaskan bahwa partisipasi tersebut harus mematuhi persyaratan kondisional, terutama terkait penggunaan fasilitas jabatan.

"Pejabat negara tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas jabatannya untuk berkampanye, kecuali terkait dengan fasilitas keamanan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan setelah menjalani cuti," tambah Idham.

Pernyataan ini merespons kontroversi terkait keterlibatan menteri-menteri dalam kampanye Pilpres 2024. Sebelumnya, Jokowi menyatakan bahwa presiden dapat memihak dan berpartisipasi dalam kampanye selama mematuhi aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

"Presiden boleh kampanye. Presiden boleh memihak. Tetapi yang paling penting, waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu (24/1).

Meskipun KPU tidak mengomentari potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul akibat partisipasi presiden dalam kampanye, mereka menekankan bahwa peran mereka sebagai penyelenggara pemilu hanya mencakup norma-norma yang tercantum dalam UU Pemilu.

Sementara itu, reaksi terhadap pernyataan Jokowi pun bermacam-macam, dengan sebagian mendukung kebebasan partisipasi presiden dan sebagian lainnya mengkhawatirkan kemungkinan penyalahgunaan fasilitas negara.

Dengan demikian, sementara Pilpres 2024 semakin mendekat, diskusi seputar batasan dan etika partisipasi pejabat tinggi negara dalam kampanye politik terus menjadi sorotan masyarakat dan pemangku kepentingan.