Penguatan Rupiah dan Mata Uang Asia di Tengah Sentimen 'Risk On' Pasca Data Tenaga Kerja AS

Sentimen positif ini dipicu oleh respons pasar terhadap data tenaga kerja AS yang menunjukkan kelemahan.

Penguatan Rupiah dan Mata Uang Asia di Tengah Sentimen 'Risk On' Pasca Data Tenaga Kerja AS
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.(shutterstock)

Jakarta' Cydem.co.id - Pada Kamis (5/10), nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp15.618 per dolar AS. Mata uang Garuda mengalami penguatan sebesar 16 poin atau naik sekitar 0,10 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah pada posisi Rp15.601 per dolar AS pada perdagangan sore hari.

Di kawasan Asia, mata uang-mata uang bergerak dengan variasi. Won Korea Selatan menguat sebesar 0,96 persen, peso Filipina mengalami penguatan sekitar 0,05 persen, dolar Singapura menguat sekitar 0,06 persen, yen Jepang naik sekitar 0,08 persen, dan yuan China mengalami penguatan sekitar 0,19 persen. Sementara itu, baht Thailand melemah sekitar 0,31 persen dan rupee India mengalami pelemahan sekitar 0,01 persen. Mata uang ringgit Malaysia dan dolar Hong Kong terpantau stagnan.

Mata uang dari negara-negara maju juga mengalami variasi pergerakan. Dolar Australia menguat sekitar 0,32 persen, sementara euro Eropa naik sekitar 0,07 persen. Di sisi lain, dolar Kanada melemah sekitar 0,08 persen.

Analis pasar uang, Lukman Leong, menyatakan bahwa rupiah dan mata uang regional secara umum mengalami penguatan terhadap dolar AS. Penguatan ini terjadi seiring dengan sentimen "risk on" di pasar, yang merespons data tenaga kerja AS yang menunjukkan performa yang lemah.