Kenaikan Pajak Hiburan: Hotman Paris dan Inul Daratista Bersuara, Harapkan Perhatian Pemerintah

Pasal 53 (2) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 menjadi dasar kebijakan tersebut

Kenaikan Pajak Hiburan: Hotman Paris dan Inul Daratista Bersuara, Harapkan Perhatian Pemerintah
Kolase foto Hotman Paris dan Inul Daratista. Hotman dan Inul sempat protes terkait pajak hiburan naik 40-75 persen.

Cydem.co.id' Jakarta - Kebijakan kontroversial Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang menaikkan tarif pajak hiburan menjadi 40 persen, menuai protes keras dari berbagai kalangan, termasuk pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea dan pedangdut Inul Daratista.

Kebijakan ini resmi diberlakukan sejak 5 Januari 2024, berdasarkan Pasal 53 (2) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024. Sebelumnya, aturan pajak hiburan mengikuti Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015, dengan tarif 25 persen. Namun, perubahan ini membawa dampak signifikan terutama bagi pelaku usaha hiburan malam, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.

Hotman Paris Hutapea mengambil langkah lebih lanjut dengan meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) guna membatalkan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen. Dia menekankan perlunya aksi bersama para pelaku usaha terdampak untuk menyuarakan penolakan ini dan mendapatkan perhatian pemerintah.

"Kamu harus dapat perhatian pemerintah sebelum 14 Februari, kamu perlu Perppu. Tapi kalau Perppu keluar itu sudah menang 60 persen," ujar Hotman.

Inul Daratista, pedangdut dan pemilik usaha karaoke, juga turut menyuarakan protes melalui media sosial. Dalam unggahan pada Sabtu (13/1), Inul mengecam kenaikan pajak hiburan dari 25 persen menjadi 40-75 persen, mengkhawatirkan dampak serius terhadap kelangsungan bisnis para pengusaha hiburan.

"Pajak hiburan naik dari 25 persen ke 40-75 persen, yang bikin aturan mau bikin meninggal kah???" tulis Inul melalui akun media sosialnya.

Protes dari dua tokoh terkenal ini mencerminkan keprihatinan luas dari kalangan pelaku usaha hiburan malam. Mereka berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan ini, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap industri hiburan yang telah terdampak cukup serius selama pandemi.

Sebagai respons, masyarakat menyoroti urgensi dialog konstruktif antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan. Kondisi ini semakin memperkuat narasi tentang tantangan ekonomi di tengah pandemi, di mana upaya pemulihan harus sejalan dengan keberlanjutan sektor-sektor usaha yang terdampak.