JK Soroti Tantangan Demokrasi di Indonesia
JK mengaitkan risiko krisis politik dengan ketidakpuasan mayoritas publik terhadap arah pemerintahan, seperti yang terjadi pada tahun 1966 dan 1998
Cydem.co.id' Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menggambarkan kekhawatirannya terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Dalam penampilannya di Habibie Democracy Forum, JK mempertanyakan masa depan demokrasi tanah air yang dinilainya telah menghadapi sejumlah masalah. Dia merinci bahwa isu dinasti dan nepotisme muncul lebih cepat daripada periode pemerintahan sebelumnya, menyoroti perbedaan pendekatan terhadap kekuasaan keluarga di era Soekarno dan Soeharto.
Poin utama yang diangkat JK adalah ketidakstabilan demokrasi yang dapat muncul jika tuntutan akan kemakmuran dan keadilan tidak terpenuhi. JK memberi contoh krisis politik pada tahun 1966 dan 1998 yang terjadi saat dua krisis, politik dan ekonomi, bersamaan. Dia memperingatkan bahwa ketika mayoritas publik mulai menyuarakan ketidakpuasan terhadap arah pemerintahan, risiko terjadinya krisis politik menjadi lebih tinggi.
JK juga menyoroti peran media, partai politik, dan tokoh masyarakat dalam memberikan kritik terhadap kondisi demokrasi saat ini. Ia menekankan bahwa perbaikan harus dilakukan agar Indonesia tidak mengalami krisis politik serupa yang terjadi di masa lalu. Kritik dari berbagai pihak, termasuk pers dan pemimpin masyarakat, dianggapnya sebagai panggilan untuk mendekatkan diri kembali pada prinsip-prinsip demokrasi yang sehat dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, JK mengajak untuk merenung tentang pengalaman masa lalu dan berupaya mencegah terulangnya krisis politik yang dapat merugikan stabilitas negara. Sebagai seorang tokoh yang telah lama berkecimpung dalam dunia politik Indonesia, JK menegaskan bahwa perbaikan yang dilakukan sekarang akan membentuk landasan yang kuat untuk masa depan demokrasi Indonesia.