JK: Tantangan Demokrasi Indonesia dalam 10 Tahun Terakhir

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan keprihatinannya terhadap perkembangan demokrasi Indonesia dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun

JK: Tantangan Demokrasi Indonesia dalam 10 Tahun Terakhir
Jusuf Kalla mengatakan demokrasi bisa berakibat positif atau negatif bagi seorang pemimpin. Ia mengingatkan situasi saat ini perlu diperbaiki.

Cydem.co.id' Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi demokrasi Indonesia dalam pidatonya di Habibie Democracy Forum di Jakarta. Menurut JK, sejumlah masalah krusial telah muncul dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, menciptakan keraguan terhadap kualitas demokrasi negara tersebut. Dia menyoroti isu-isu seperti dinasti dan nepotisme yang, menurutnya, muncul lebih cepat daripada masa pemerintahan sebelumnya.

Dalam pidatonya, JK membandingkan pendekatan terhadap kekuasaan keluarga di masa lalu, terutama di era Soekarno dan Soeharto. Ia menegaskan bahwa kedua pemimpin tersebut tidak melibatkan keluarga mereka dalam dinamika politik yang signifikan. Ia menyebutkan bahwa meskipun Tutut, anak Soeharto, menjabat sebagai Menteri Sosial, hal itu tidak dianggap sebagai langkah menuju pembentukan dinasti. JK menyatakan keprihatinannya terkait tren sekarang yang menunjukkan adanya perubahan dalam pendekatan terhadap kekuasaan keluarga.

JK memperingatkan bahwa dua krisis yang terjadi secara bersamaan dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan pemerintahan. Ia mengacu pada tahun 1966, di mana krisis politik dan ekonomi bersamaan, dan pada tahun 1998, di mana krisis moneter memicu kejatuhan Presiden Soeharto. JK menyatakan bahwa Indonesia harus berhati-hati agar tidak terperangkap dalam dinamika yang serupa, mengingat mayoritas publik memiliki potensi untuk melakukan protes yang dapat memicu krisis politik.

JK menyoroti peran media, partai politik, dan tokoh masyarakat dalam membentuk pandangan publik terhadap kualitas demokrasi. Ia menggarisbawahi bahwa jika mayoritas publik mulai menyuarakan ketidakpuasan terhadap kondisi demokrasi, hal tersebut bisa memicu krisis politik. JK menekankan bahwa partisipasi dan keterlibatan pemimpin masyarakat dalam menyuarakan keprihatinan mereka terhadap perkembangan politik dan demokrasi menjadi kunci untuk mencegah krisis yang lebih besar.

Mengakhiri pidatonya, JK mengajukan pertanyaan kritis tentang masa depan demokrasi Indonesia. Ia menyatakan bahwa tantangan-tantangan seperti isu dinasti dan ketidakpuasan publik harus segera diatasi agar demokrasi Indonesia dapat berkembang secara positif. JK mengajak para pemimpin dan pihak berwenang untuk merenungkan isu-isu tersebut secara serius dan mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki kondisi demokrasi, mengingat bahwa masa depan negara ini bergantung pada ketangguhannya dalam menghadapi dinamika politik yang terus berubah.