Debat Sengit di Pilpres 2024: Kontroversi Pembelian Alutsista Bekas oleh Indonesia dan Alasan Prabowo
Broto Wardoyo, akademisi, menilai bahwa pembelian alutsista harus disesuaikan dengan kondisi keamanan negara
Cydem.co.id' Jakarta - Debat ketiga Pilpres 2024 memanas ketika isu pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) bekas oleh Menteri Pertahanan RI dan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menjadi sorotan. Kontroversi ini mencuat dalam enam segmen debat dan memicu respons tajam dari lawan-lawannya.
Paslon nomor urut 1, Anies Baswedan, mengkritik keras alokasi dana sebesar Rp700 triliun untuk Kemenhan di bawah kepemimpinan Prabowo, menyoroti penggunaannya untuk membeli alutsista bekas. Ganjar, paslon nomor urut 03, menegaskan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan ini, sambil menekankan pentingnya transfer teknologi.
Prabowo memberikan tanggapannya dengan mempertahankan keputusannya, menyoroti usia alutsista yang lebih muda dan urgensi kemampuan pertahanan yang segera dapat digunakan. Ia mengklaim bahwa pembelian alutsista baru memerlukan waktu yang lama, sedangkan negara membutuhkan kemampuan pertahanan yang dapat diandalkan dalam kurun waktu 3-7 tahun.
Broto Wardoyo, akademisi Ilmu Hubungan Internasional, menilai bahwa keputusan pembelian alutsista bekas harus didasarkan pada kondisi keamanan dan ancaman yang dihadapi oleh suatu negara. Dalam konteks ancaman nyata, pembelian alutsista bekas dapat dianggap sebagai langkah wajar untuk memperkuat pertahanan dengan cepat.
Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional, menambahkan dimensi positif pada pembelian alutsista bekas. Ia menyatakan bahwa praktik ini adalah langkah normal dalam meningkatkan kekuatan militer, sambil menyoroti manfaat mempelajari teknologi canggih dari alutsista bekas.
Meskipun kontroversi seputar pembelian alutsista bekas, Rezasyah menilai bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk memperdalam pemahaman terhadap teknologi militer global, yang pada gilirannya dapat meningkatkan peran Indonesia sebagai konsultan dalam jangka panjang.
Keputusan Prabowo untuk membeli alutsista bekas tetap menimbulkan pertanyaan kritis. Apakah negara benar-benar menghadapi ancaman mendesak atau seharusnya lebih fokus pada pengembangan teknologi pertahanan yang lebih canggih?
Sebagai perbandingan, pembelian alutsista bekas dapat dianggap sebagai langkah yang rasional dalam meningkatkan kemampuan pertahanan, terutama dalam menghadapi ancaman nyata. Pertanyaan ini menyoroti kompleksitas strategi pertahanan dan pengadaan alutsista, menjadi topik yang menarik dalam ranah politik dan keamanan nasional.