Tanda Tanya atas Kenaikan Harga BBM Non Subsidi: Antara Kebijakan Ekonomi dan Dampak Sosial

Harga BBM non subsidi seperti Pertamax kemungkinan naik seiring dengan kenaikan harga minyak mentah

Tanda Tanya atas Kenaikan Harga BBM Non Subsidi: Antara Kebijakan Ekonomi dan Dampak Sosial
Menteri ESDM Arifin Tasrif memberi sinyal akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi seperti pertamax pada awal Maret 2024.

Cydem.co.id' Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah mengisyaratkan kemungkinan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi, termasuk jenis Pertamax, pada awal Maret 2024. Isyarat tersebut datang seiring dengan kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP), yang mengalami peningkatan sekitar US$6 per barel dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Meskipun PT Pertamina, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola sebagian besar pasokan BBM di Indonesia, secara rutin memperbarui harga BBM setiap awal bulan, tidak ada perubahan harga yang terjadi menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 pada bulan Februari. Namun, penegasan Menteri Tasrif menciptakan kekhawatiran di kalangan masyarakat akan dampak ekonomi yang mungkin timbul akibat kenaikan harga BBM, terutama bagi kalangan yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam pertemuan dengan media di Gedung Ditjen Migas pada Jumat, 16 Februari, Menteri Tasrif menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM non subsidi akan mengikuti formula harga indeks minyak. Dengan harga minyak mentah mencapai US$82 per barel, kenaikan sebesar US$6 dari tahun sebelumnya, biaya produksi BBM menjadi meningkat. Hal ini memicu dugaan bahwa perusahaan SPBU swasta juga akan menyesuaikan harga jual BBM mereka, mengikuti lonjakan harga minyak mentah.

Meskipun demikian, pemerintah menegaskan bahwa harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar tidak akan mengalami kenaikan. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga stabilitas harga dan mencegah tekanan ekonomi terhadap masyarakat kelas bawah. Sebagai alternatif, pemerintah berkomitmen untuk terus menyediakan subsidi guna memastikan akses terhadap bahan bakar yang terjangkau bagi mereka yang membutuhkannya.

Kenaikan harga BBM non subsidi menggugah berbagai pertanyaan, terutama terkait dampaknya bagi daya beli masyarakat dan inflasi secara keseluruhan. Sementara beberapa pihak mengkritik langkah ini sebagai beban tambahan bagi masyarakat yang sudah menghadapi tantangan ekonomi yang berat, yang lain menyambutnya sebagai langkah yang diperlukan dalam menghadapi dinamika harga minyak dunia. Meskipun demikian, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa langkah-langkah ekonomi yang diambilnya tidak melukai kepentingan sosial masyarakat secara berlebihan.

Ketidakpastian tetap mengelilingi nasib harga BBM di Indonesia, dengan faktor-faktor seperti perubahan harga minyak dunia dan kebijakan pemerintah yang akan terus memengaruhi arah kebijakan harga BBM di masa mendatang. Di tengah dinamika ini, transparansi, dialog, dan pertimbangan yang cermat terhadap implikasi sosial dan ekonomi akan menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.