Potensi Dampak Boikot Produk Pro-Israel: Pengusaha Khawatirkan PHK dan Penurunan Produksi
Aksi boikot dapat mengancam investasi, pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan penurunan belanja masyarakat hingga 4%
Cydem.co.id' jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengungkapkan keprihatinannya terkait potensi dampak aksi boikot terhadap produk terafiliasi atau diduga pro Israel. Dalam konferensi pers di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, pada Rabu (15/11), Roy menyatakan keprihatinannya terhadap kemungkinan pengurangan karyawan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penurunan produksi dan penjualan barang.
Menurutnya, aksi boikot berpotensi menyebabkan penurunan produksi dan penjualan, mengakibatkan tergerusnya produsen atau supplier. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya investasi, pertumbuhan terhenti, dan yang terburuk adalah pengurangan tenaga kerja atau PHK.
"Bisa dibayangkan nih, begitu tergerus produsennya atau suppliernya, investasi bisa hilang, kandas, pertumbuhan pasti enggak terjadi. Bahkan yang paling kita enggak mau lakukan, tapi harus dilakukan kalau enggak ada pilihan, pengurangan tenaga kerja atau PHK," ujar Roy.
Roy menjelaskan bahwa jika boikot terus berlanjut, produk tidak akan laku di pasaran. Hal ini akan memicu perusahaan ritel untuk tidak membeli dari produsen, yang pada gilirannya menyebabkan produsen mengurangi produksinya.
"Kalau produktivitas turun, terus bagaimana membayar tenaga kerja yang enggak turun? Jadi itu sangat berhubungan langsung. Sementara, tenaga kerja itu setiap tahun tumbuh sekitar 2-3 persen," tambahnya.
Walaupun hingga saat ini Aprindo belum menerima laporan adanya PHK, Roy memperkirakan aksi boikot produk terafiliasi Israel berpotensi menurunkan belanja masyarakat hingga 4 persen.
Dalam konteks ini, Roy berharap pemerintah dapat memastikan konsumen tetap mendapatkan kebutuhan mereka dan mengedepankan kepentingan serta kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat.
"Pemerintah perlu terus hadir dan bersama-sama pelaku usaha untuk menjaga kemudahan berusaha dan kepastian hukum, sehingga pelaku usaha tidak terpuruk, yang akan mengakibatkan perlambatan produktivitas hingga masalah baru lainnya seperti kandasnya investasi, keguncangan ketenagakerjaan seperti pengurangan hingga pemutusan hubungan kerja," pungkasnya.