PM Israel Netanyahu Minta Hancurnya Hamas Sebagai Prasyarat Perdamaian

Netanyahu menegaskan tiga prasyarat: penghancuran Hamas, demiliterisasi Gaza, dan deradikalisasi masyarakat Palestina

PM Israel Netanyahu Minta Hancurnya Hamas Sebagai Prasyarat Perdamaian
PM Israel Benyamin Netanyahu mengatakan tak ada perdamaian sebelum Hamas hancur.

Cydem.co.id' Jakarta - Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina semakin memanas setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa tidak akan ada perdamaian sebelum kelompok perlawanan di Palestina, Hamas, hancur. Pernyataan kontroversial ini dia sampaikan melalui tulisan opini yang dirilis di Wall Street Journal pada Senin malam.

Netanyahu dengan tegas menyebutkan, "Hamas harus dihancurkan, Gaza harus demiliterisasi, dan masyarakat Palestina harus dideradikalisasi. Ini adalah tiga prasyarat perdamaian antara Israel dan Palestina di Gaza."

Dalam tulisannya, Netanyahu menjelaskan bahwa demiliterisasi di Gaza akan memerlukan pembentukan zona keamanan sementara di sekitarnya. "Di masa mendatang, Israel harus tetap mengemban tanggung jawab keamanan utama di Gaza," ungkapnya.

Pendapat kontroversial Netanyahu muncul setelah kunjungannya ke Gaza, di mana dia menghadiri pertemuan dengan Partai Likud. Dalam pertemuan tersebut, dia menegaskan bahwa Israel tidak akan berhenti memerangi Hamas sampai kelompok tersebut musnah. Pasukan Israel bahkan intensif melakukan serangan bom terhadap Gaza.

"Kami mengintensifkan pertempuran dalam beberapa hari mendatang," ujar Netanyahu dalam rilis resmi partai Likud.

Selain menyoroti aspek militer, Netanyahu juga mendukung pengusiran warga Palestina dengan narasi "migrasi sukarela." Namun, rencana ini menimbulkan pertanyaan terkait negara mana yang akan menampung warga Gaza.

Namun, respons dari pihak Hamas sangat tegas. Mereka menolak warga Palestina untuk dideportasi dan dipindahkan, menyatakan bahwa tidak mungkin ada pengasingan dan tidak ada pilihan lain selain tetap tinggal di tanah mereka.

Rencana kontroversial ini muncul di tengah serangan terus-menerus pasukan Zionis sejak 7 Oktober, yang menyasar warga sipil dan objek vital seperti kamp pengungsian dan rumah sakit. Dampak serangan Israel ini telah menelan korban lebih dari 20.000 jiwa di Palestina, memicu kecaman dari berbagai pihak yang menilai bahwa Israel tengah berupaya menguasai Palestina.