Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu: 'Tak Ada Perdamaian Sebelum Hamas Hancur'

PM Israel Netanyahu menyatakan perdamaian takkan tercapai tanpa hancurnya kelompok Hamas di Palestina

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu: 'Tak Ada Perdamaian Sebelum Hamas Hancur'
PM Israel Benyamin Netanyahu mengatakan tak ada perdamaian sebelum Hamas hancur.

Cydem.co.id' Jakarta - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara tegas menyatakan bahwa perdamaian antara Israel dan Palestina tidak mungkin tercapai sebelum kelompok perlawanan di Gaza, Hamas, dihancurkan. Pernyataan ini terungkap dalam tulisan opini yang dirilis oleh Netanyahu melalui Wall Street Journal pada Senin (25/12) malam.

Netanyahu, yang baru-baru ini mengunjungi Gaza, menghadiri pertemuan dengan Partai Likud dan menyampaikan pandangannya terhadap situasi konflik yang berlangsung. Menurutnya, ada tiga prasyarat utama yang harus dipenuhi untuk mencapai perdamaian, yaitu penghancuran Hamas, demiliterisasi Gaza, dan deradikalisasi masyarakat Palestina.

"Demi perdamaian, Hamas harus dihancurkan, Gaza harus demiliterisasi, dan masyarakat Palestina harus dideradikalisasi. Ketiga prasyarat ini menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Gaza," tegas Netanyahu.

Pada pembahasan demiliterisasi di Gaza, Netanyahu menyatakan bahwa hal tersebut memerlukan pembentukan zona keamanan sementara di sekitarnya. Dia juga menegaskan tanggung jawab keamanan utama di Gaza harus tetap diemban oleh Israel dalam waktu mendatang.

Pernyataan Netanyahu ini diikuti dengan intensifikasi serangan pasukan Israel terhadap Gaza. Dalam rilis resmi dari Partai Likud, Netanyahu menyatakan, "Kami mengintensifkan pertempuran dalam beberapa hari mendatang," menegaskan komitmen untuk terus melawan Hamas.

Selain itu, Netanyahu juga menyuarakan dukungannya terhadap rencana pengusiran warga Palestina dengan narasi "migrasi sukarela." Namun, rencana ini menuai kontroversi dan memunculkan pertanyaan terkait negara mana yang akan menampung warga Gaza yang diusir.

Sementara itu, Hamas menolak tawaran diskusi dari pemerintahan Netanyahu dan menyebutnya tidak masuk akal. Dalam pernyataan resmi, Hamas menegaskan bahwa warga Palestina menolak untuk dideportasi dan dipindahkan, dan bahwa satu-satunya pilihan adalah tetap tinggal di tanah mereka.

Konflik antara Israel dan Palestina terus memanas, dengan serangan Israel terus berlanjut sejak 7 Oktober. Operasi militer ini menargetkan tidak hanya infrastruktur militer Hamas tetapi juga objek sipil seperti kamp pengungsian dan rumah sakit. Dampak serangan ini telah menyebabkan lebih dari 20.000 jiwa di Palestina meninggal, memicu kekhawatiran bahwa Israel berusaha menguasai wilayah tersebut. Situasi ini terus memantik keprihatinan dari berbagai pihak di tingkat internasional.