Menko PMK Mendorong Pilpres Satu Putaran untuk Hemat Anggaran dan Stabilitas Investasi

Anggaran Rp40 triliun untuk putaran kedua Pilpres dianggap cukup besar

Menko PMK Mendorong Pilpres Satu Putaran untuk Hemat Anggaran dan Stabilitas Investasi
Menko PMK Muhadjir Effendy menyebut anggaran Rp40 triliun bisa dialokasikan untuk urusan lain jika Pilpres 2024 berjalan 1 putaran.

Cydem.co.id' Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyoroti potensi penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) dalam satu putaran sebagai langkah untuk menghemat anggaran dan meningkatkan stabilitas investasi. Pernyataan tersebut menjadi sorotan utama dalam konteks persiapan Pilpres 2024.

Dalam wawancara di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Senin (19/2), Muhadjir menekankan urgensi penyelenggaraan Pilpres dalam satu putaran. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan risiko sosial dan memastikan penggunaan anggaran negara yang lebih efisien.

"Pilpres satu putaran dapat mengurangi pelbagai risiko sosial hingga risiko anggaran negara. Iklim investasi juga mungkin lebih kondusif dibanding seandainya harus ada putaran kedua dan seterusnya," ungkap Muhadjir.

Menurut Muhadjir, anggaran sebesar Rp40 triliun yang telah disiapkan untuk putaran kedua Pilpres bisa dialokasikan untuk keperluan yang lebih penting, apabila Pilpres berlangsung dalam satu putaran. Hal ini dianggap sebagai langkah bijak dalam pengelolaan keuangan negara.

Meskipun mengusung harapan penyelenggaraan Pilpres satu putaran, Muhadjir juga menegaskan kesiapan pemerintah dalam menghadapi skenario Pilpres dua putaran. Dia menekankan bahwa masalah anggaran tidak akan menjadi kendala yang signifikan.

Pada sisi lain, Muhadjir juga menekankan pentingnya menghormati proses pemilu yang sedang berlangsung dan menyerahkan segala sengketa hasil pemilu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, mencatatkan keunggulan signifikan dalam real count KPU. Dengan memperoleh 58,46 persen suara per Senin (19/2), pasangan ini mengungguli pesaingnya dengan jauh.

Meskipun demikian, Muhadjir menekankan bahwa pengumuman resmi dari KPU menjadi penentu sahnya hasil Pilpres, bukan hanya quick count atau survei yang beredar.

Dengan demikian, pernyataan Muhadjir Effendy menyoroti tidak hanya aspek keuangan dan stabilitas investasi dalam konteks Pilpres, tetapi juga menegaskan prinsip-prinsip demokrasi dan kepatuhan pada prosedur hukum yang berlaku.