Mengenal Lebih Dalam Perjanjian Paris: Komitmen Global dalam Mengatasi Krisis Iklim

Konferensi iklim COP28 mempertegas perlunya tindakan lebih cepat dan ambisius untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin parah

Mengenal Lebih Dalam Perjanjian Paris: Komitmen Global dalam Mengatasi Krisis Iklim
Ilustrasi. Isi kesepakatan Perjanjian Paris kembali digaungkan di tengah-tengah Bumi yang kian memanas.

Cydem.co.id' Jakarta - Isu perubahan iklim kembali menjadi perbincangan hangat di tengah konferensi iklim COP28 yang sedang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab. Salah satu pokok pembahasan utama dalam konferensi ini adalah implementasi Perjanjian Paris, sebuah kesepakatan internasional yang bertujuan mengatasi dampak perubahan iklim.

Perjanjian Paris, yang diadopsi pada Konferensi Iklim COP21 di Paris pada 2015, memiliki tujuan utama untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global menjadi di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, dengan upaya maksimal untuk membatasi hingga 1,5 derajat Celsius. Kesepakatan ini menjadi tonggak penting karena melibatkan 196 negara yang sepakat untuk bekerja sama dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengadaptasi diri terhadap dampak perubahan iklim.

Salah satu aspek kunci dari Perjanjian Paris adalah kontribusi terukur secara nasional (NDC), di mana setiap negara diharapkan menyampaikan rencana aksi konkret mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sejak tahun 2020, negara-negara telah mengajukan NDC mereka, yang berturut-turut dimaksudkan untuk mencerminkan tingkat ambisi yang semakin tinggi dibandingkan versi sebelumnya.

Dalam menghadapi fakta bahwa kenaikan suhu global diprediksi akan lebih cepat daripada yang diinginkan, COP27 mencatat perlunya meninjau dan memperkuat target tahun 2030 dalam NDC. Pada akhirnya, hal ini bertujuan untuk mencapai sasaran suhu Perjanjian Paris pada akhir tahun 2023.

Untuk mencapai tujuan ambisius ini, diperlukan transformasi ekonomi dan sosial berdasarkan ilmu pengetahuan terbaik yang ada. Perjanjian Paris menyusun siklus lima tahun aksi iklim yang semakin meningkat, dengan negara-negara diharapkan untuk terus memperbarui dan memperkuat rencana aksi mereka.

Penting untuk dicatat bahwa upaya ini memerlukan pendanaan iklim yang signifikan. Perjanjian Paris menekankan kewajiban negara-negara maju untuk memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara berkembang, sekaligus mendorong kontribusi sukarela dari pihak lain. Pendanaan iklim diperlukan tidak hanya untuk mitigasi tetapi juga untuk adaptasi terhadap dampak buruk perubahan iklim.

Perjanjian ini juga menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas di negara-negara berkembang. Keputusan yang mencakup COP27 meminta para pihak untuk meningkatkan dukungan terhadap tindakan peningkatan kapasitas di negara-negara berkembang, mengakui bahwa tidak semua negara memiliki kapasitas yang memadai untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.

Dalam rangka memastikan transparansi dan akuntabilitas, Perjanjian Paris membentuk kerangka transparansi yang ditingkatkan (ETF). ETF memungkinkan negara-negara untuk melaporkan secara transparan mengenai tindakan mitigasi dan adaptasi yang diambil, serta dukungan yang diberikan atau diterima. Laporan-laporan ini akan direview dalam inventarisasi global yang menilai kemajuan kolektif menuju tujuan iklim jangka panjang.

Sebagai suatu inisiatif global yang melibatkan berbagai pihak, implementasi Perjanjian Paris memerlukan kolaborasi dan komitmen bersama. Dengan siklus lima tahun yang semakin meningkat, dunia akan terus meninjau dan memperbarui strategi untuk menghadapi krisis iklim ini. Sebagai kesepakatan yang mengubah paradigma, Perjanjian Paris menjadi landasan untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.