Matahari Buatan Terbesar di Dunia JT-60SA Resmi Nyala: Kisah di Balik Proyek Fusi Nuklir Jepang dengan Biaya Rp9,5 Triliun

Matahari buatan terbesar di dunia, JT-60SA di Jepang, resmi beroperasi setelah selesai konstruksi pada 2020

Matahari Buatan Terbesar di Dunia JT-60SA Resmi Nyala: Kisah di Balik Proyek Fusi Nuklir Jepang dengan Biaya Rp9,5 Triliun
Matahari buatan yang berupa reaktor fusi nuklir eksperimental JT-60SA, resmi menyala di Jepang.

Cydem.co.id' Jakarta - Matahari buatan terbesar di dunia, JT-60SA, yang merupakan reaktor fusi nuklir eksperimental, telah resmi beroperasi di Jepang setelah selesai dibangun pada tahun 2020. Proyek ambisius ini, melibatkan 500 peneliti dari Eropa dan Jepang, mengeksplorasi potensi fusi sebagai sumber energi bersih dan aman. Dalam prosesnya, diperlukan biaya konstruksi mencapai sekitar 560 juta Euro atau sekitar Rp9,5 triliun.

JT-60SA menjadi pusat perhatian karena dianggap sebagai langkah maju dalam pengembangan teknologi energi nuklir. Reaktor fusi nuklir ini merupakan hasil dari perjanjian internasional antara Eropa dan Jepang, dikenal sebagai Broader Approach, sebagai wujud kerja sama di bidang sains.

Proses pembangunan JT-60SA dimulai pada tahun 2007 dan rampung pada tahun 2020, dengan fokus pada pengembangan reaktor fusi nuklir menggunakan kurungan magnetik, yang dikenal sebagai "tokamak." Tokamak ini memiliki bentuk donat dan berfungsi sebagai tempat untuk memusatkan dan memanaskan plasma hingga mencapai suhu sekitar 200 juta derajat Celsius.

Dalam keterangan resmi dari Fusion for Energy, proyek ini melibatkan lebih dari 70 pemasok yang berkontribusi dalam pembuatan komponen reaktor ini. Sekitar 500 peneliti dari Eropa dan Jepang terlibat langsung dalam proyek perakitan Matahari buatan terbesar di dunia ini.

Mengutip Fusion for Energy, biaya konstruksi mencapai 560 juta Euro dan dibagi antara Eropa dan Jepang. Sebanyak 80 persen dari kontribusi Eropa berasal dari kontributor sukarela, sementara 20 persen sisanya berasal dari Fusion for Energy (F4E), yang didanai oleh anggaran Uni Eropa.

Selama fase operasional, kontribusi Eropa diperkirakan mencapai sekitar 75 juta Euro, secara langsung disediakan oleh anggaran Uni Eropa. F4E menyediakan 80 persen dari kontribusi Eropa, sedangkan 20 persen sisanya berasal dari EUROfusion untuk pasokan perangkat keras.

Reaktor fusi nuklir JT-60SA bukan hanya menjadi kebanggaan Jepang, tetapi juga menciptakan ekspektasi global terkait potensi energi bersih di masa depan. Proyek ini menjadi langkah maju dalam upaya mengatasi tantangan energi dunia dengan mengembangkan sumber energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Sebagai matahari buatan terbesar di dunia, JT-60SA diharapkan memberikan kontribusi besar dalam penelitian energi fusi, membantu memahami dan mengoptimalkan operasi plasma untuk menghasilkan lebih banyak energi daripada yang digunakan untuk produksinya. Kesuksesan operasional JT-60SA juga mempertegas posisi Indonesia dalam kancah teknologi nuklir dunia dan mendukung visi global untuk mengadopsi energi bersih.