Mahfud MD Ungkap Upaya Tekanan Terhadap Rektor Perguruan Tinggi untuk Mendukung Pemerintahan Jokowi
Operasi tersebut bertujuan menekan rektor yang belum menyatakan sikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi
Cydem.co.id' Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, secara terbuka mengungkapkan adanya upaya tekanan terhadap sejumlah rektor perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya adalah agar mereka menyuarakan narasi positif terkait pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud mengatakan bahwa operasi intervensi semacam ini bertujuan untuk menekan rektor-rektor yang belum menyatakan sikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi.
Dalam sebuah acara di daerah Seturan, Sleman, DIY, Mahfud menjelaskan, "Muncul sejumlah operasi mendekati rektor-rektor yang belum mengemukakan pendapatnya, belum berkumpul untuk deklarasi, mereka ini diminta untuk menyatakan sikap yang berbeda. Sikap yang berbeda didatangi mereka untuk menyatakan bahwa Presiden Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid terbaik."
Terkait hal ini, Mahfud juga menambahkan bahwa beberapa rektor perguruan tinggi memang membuat pernyataan seperti yang diminta oleh pihak yang melakukan operasi tersebut. Namun, tidak semua rektor merespons permintaan tersebut dengan positif. Contohnya adalah Ferdinandus Hindiarto, rektor Universitas Katolik Soegijapranata, yang secara terang-terangan menolak untuk membuat pernyataan mendukung pemerintahan Jokowi.
Meskipun demikian, Mahfud mengapresiasi gerakan kritis dari civitas academica berbagai perguruan tinggi yang mengkritik Jokowi. Baginya, ini adalah bagian dari upaya membangun demokrasi yang lebih bermartabat. Gerakan ini menunjukkan bahwa semakin ditekan perguruan tinggi, semakin kuat pula gerakan kritis tersebut.
Belakangan ini, sejumlah civitas academica dari berbagai kampus di Indonesia telah menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Jokowi dan menuntut pemilu 2024 yang jujur dan adil. Beberapa kampus yang telah mengkritik Jokowi termasuk Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Hasanuddin (Unhas), serta beberapa kampus lainnya.
Pihak Istana merespons dengan menganggap wajar jika menjelang pemilu terjadi pertarungan dan penggiringan opini di tengah masyarakat. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menegaskan bahwa sikap akademisi kampus yang mengkritisi Jokowi harus ditanggapi sesuai dengan koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024.
Sebagai tambahan, Mahfud menyatakan bahwa pernyataan yang datang dari civitas academica ini sejalan dengan semangat kebebasan berpendapat dalam demokrasi. Ia juga menekankan pentingnya kebebasan akademisi untuk menyuarakan pandangan kritis mereka tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Dengan demikian, situasi ini menandakan bahwa wacana politik di ranah akademis semakin berkembang, di mana rektor-rektor dan akademisi tidak lagi diam terhadap isu-isu penting dalam negeri. Hal ini juga menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan mulai menyadari peran penting perguruan tinggi dalam membentuk opini publik dan menjaga demokrasi di Indonesia.