Kontroversi Penolakan Anies Baswedan oleh Pihak yang Mengatasnamakan Rektorat UGM
UGM membantah penolakan Anies Baswedan sebagai narasumber acara diskusi, menegaskan keberagaman dan toleransi dalam mengundang narasumber akademik
Cydem.co.id' jakarta - Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat suara terkait dugaan penolakan kehadiran Anies Baswedan sebagai narasumber dalam sebuah acara diskusi. Meski panitia klaim adanya penolakan dari 'rektorat', UGM membantah klaim tersebut.
Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mengidentifikasi orang yang mengaku sebagai 'rektorat' tersebut. Menurut Andi, klaim tersebut menjadi aneh karena tidak ada informasi resmi dari pihak universitas terkait penolakan tersebut.
"Menurut kami, yang sangat memojokkan UGM adalah dikatakan rektorat akan menolak. Nah siapa orang di rektorat itu saya sudah tanya ke bu rektor, saya tanya ke teman-teman wakil rektor ini tidak ada yang memberikan statement ini," kata Andi.
Pihak UGM menegaskan bahwa universitas selalu menyambut baik kedatangan Anies, terutama dalam kapasitasnya sebagai narasumber acara akademik. Mereka menyoroti keberagaman dalam SOP undangan acara dan mengklaim bahwa UGM selalu menjunjung tinggi prinsip keberagaman.
Acara diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) Bersama Indonesia berjudul 'Indonesian Future Stadium Generale' mengalami perubahan narasumber. Thomas Trikasih Lembong, mantan menteri perdagangan, menjadi pengganti Anies setelah panitia mengklaim tidak mendapatkan rekomendasi dari 'rektorat' untuk mengundang Anies sebagai narasumber.
Meski panitia menyatakan bahwa mereka sudah 'deal' dengan pihak universitas dua pekan sebelum acara, pada H-2 acara, pengelola tempat mengirimkan pesan bahwa rektorat tidak menyarankan kehadiran Anies karena dianggap terkait dengan unsur politis. Panitia akhirnya menggantikan Anies dengan Thomas Lembong.
Kontroversi ini mencuatkan pertanyaan tentang kebebasan berbicara di lingkungan kampus dan intervensi politik dalam urusan akademis. Munculnya percakapan WhatsApp dengan nama 'rektorat' yang mengancam pembubaran acara jika Anies tetap diundang menjadi sorotan utama dalam peristiwa ini. Meskipun panitia berargumen bahwa acara tersebut bersifat diskusi akademik, keberlangsungan acara memaksa mereka untuk menggantikan narasumber.