Kisah Kegagalan Ganjar-Mahfud di Pemilu 2024: Migrasi Suara dan Tantangan Loyalitas PDIP

PDIP, partai pengusung Ganjar-Mahfud, tetap menjadi partai peraih suara terbanyak di Jawa Tengah dan nasional

Kisah Kegagalan Ganjar-Mahfud di Pemilu 2024: Migrasi Suara dan Tantangan Loyalitas PDIP
Ganjar-Mahfud keok di kandang sendiri, yaitu Jateng. Mereka hanya menang dukungan di Boyolali dan Wonogiri.

Cydem.co.id' Jakarta - Pemilihan Presiden 2024 menjadi ajang yang penuh tantangan bagi berbagai pasangan calon yang bertarung. Salah satu cerita menarik datang dari pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Meskipun memiliki basis kuat di PDIP dan eksistensi yang mapan di Jawa Tengah, Ganjar-Mahfud harus menelan pil pahit dengan kekalahan telak, terutama di kandangnya sendiri.

Menurut rekapitulasi sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) pada Senin (26/2), Ganjar-Mahfud hanya mampu memperoleh 16,73 persen suara secara nasional. Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendominasi dengan raihan 58,84 persen suara, dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 24,43 persen.

Namun, yang menjadi sorotan utama adalah kekalahan Ganjar-Mahfud di provinsi asal Ganjar, Jawa Tengah. Di sini, pasangan ini hanya mampu memperoleh 32,49 persen suara, sementara rival terdekatnya, Prabowo-Gibran, mendominasi dengan 53,03 persen suara, dan Anies-Muhaimin dengan 12,68 persen.

Dari 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah, Ganjar-Mahfud hanya berhasil menang di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Boyolali dan Wonogiri. Meskipun berhasil memenangkan kedua kabupaten tersebut, angka suara yang mereka dapatkan masih jauh dari harapan, dengan masing-masing perolehan suara 335.973 dan 262.969.

Menariknya, PDIP, partai pengusung Ganjar-Mahfud, tetap menjadi partai peraih suara terbanyak di Jawa Tengah maupun nasional. Namun, kekalahan pasangan Ganjar-Mahfud menunjukkan adanya dinamika internal di dalam partai. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, menyoroti migrasi suara pemilih Joko Widodo (Jokowi) dari basis PDIP ke Prabowo-Gibran sebagai salah satu faktor utama kekalahan tersebut.

"Salah satu penjelas mengapa pasangan Ganjar Pranowo atau pasangan 03 itu tidak mampu memenangkan pertarungan atau suaranya seperti itu, antara lain karena mereka tidak mampu mempertahankan loyalitas dari pemilih PDIP untuk tetap memilih pasangan yang diajukan oleh PDIP," kata Djayadi.

Kekalahan Ganjar-Mahfud menjadi pelajaran berharga bagi partai politik untuk memperkuat konsolidasi internal dan memahami dinamika pergeseran suara pemilih. Meskipun demikian, cerita ini juga menunjukkan bahwa dalam dunia politik, tidak ada yang pasti, bahkan di kandang sendiri.