Eskalasi Kekerasan di Jalur Gaza: Israel Gempur Kamp Pengungsi Jabalia Lagi, Puluhan Warga Tewas
Serangan tersebut menyasar beberapa rumah, menewaskan puluhan warga Palestina, dengan korban yang diperkirakan terus bertambah
Cydem.co.id' Jakarta - Pasca berakhirnya gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada Jumat (1/12), pasukan militer Israel kembali melakukan serangan di Jalur Gaza, kali ini menargetkan kamp pengungsi Jabalia di bagian utara Palestina. Laporan Al Jazeera pada Minggu (3/12) menyebutkan bahwa serangan tersebut menyebabkan beberapa rumah hancur dan puluhan warga Palestina tewas. Tim penyelamat kesulitan menjangkau para korban karena tertimbun puing-puing, sementara upaya penyelamatan juga terhambat oleh serangan Israel.
Kamp pengungsi Jabalia, yang sebelumnya sudah menjadi target serangan selama beberapa hari terakhir, kini mengalami tingkat kehancuran yang sulit dijelaskan. Blok perumahan di kamp tersebut dilaporkan hancur total, meninggalkan korban tewas dan luka yang diperkirakan akan terus bertambah seiring upaya pencarian di bawah reruntuhan perumahan. Serangan ini terjadi setelah negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas tidak membuahkan hasil.
Salah satu korban tewas yang mencuat ke permukaan adalah Dr. Sufyan Tayeh, seorang akademisi dan ilmuwan terkemuka Palestina. Tayeh, yang menjabat sebagai rektor Universitas Islam Gaza, ditemukan meninggal bersama anggota keluarganya pada Sabtu (2/12). Sebagai seorang ilmuwan yang mendapatkan penghargaan dari Universitas Stanford pada 2021, serta Ketua UNESCO untuk Ilmu Fisika, Astrofisika, dan Luar Angkasa di Palestina, kematiannya menyisakan duka mendalam di kalangan akademisi.
Meski gencatan senjata sebelumnya memberikan kelonggaran dengan pembebasan sejumlah sandera Hamas dan tahanan Palestina oleh Israel, situasi di Jalur Gaza kembali memanas setelah berakhirnya kesepakatan. Gencatan senjata yang berlangsung sejak 24 November lalu hanya bertahan selama seminggu setelah dua kali diperpanjang. Jumlah korban di Jalur Gaza terus meningkat, dengan lebih dari 15.000 kematian sejak dimulainya agresi Israel pada Oktober lalu, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Konflik di Jalur Gaza menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut, sementara masyarakat internasional menyerukan gencatan senjata dan upaya diplomatik untuk mengakhiri pertumpahan darah di kawasan tersebut.