Amerika Serikat Sanksi Pengusaha Indonesia Terkait Dugaan Pasok Komponen Drone ke Iran
Kementerian Keuangan AS menuduh Agung Surya Dewanto, pemilik Surabaya Hobby, berkoordinasi dengan PESC Iran
Cydem.co.id' Jakarta - Amerika Serikat baru-baru ini mengumumkan sanksi terhadap Surabaya Hobby CV, sebuah perusahaan di Indonesia, dan pemiliknya, Agung Surya Dewanto, atas dugaan keterlibatan dalam pasokan komponen drone ke Iran. Pemberlakuan sanksi ini merupakan bagian dari upaya global Amerika Serikat untuk mengendalikan penyebaran teknologi drone yang dianggap memiliki potensi keamanan nasional.
Menurut Kementerian Keuangan AS, Surabaya Hobby CV diduga memfasilitasi pengiriman setidaknya 100 servomotor ke Pishgam Electronic Safeh Company (PESC) di Iran. Servomotor ini memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas penerbangan drone dengan akurasi tinggi. Agung Surya Dewanto diidentifikasi sebagai koordinator pengiriman ini dan diberi sanksi karena dianggap bertindak atas nama Surabaya Hobby CV.
Pembekuan aset mencakup semua properti dan kepentingan terkait yang berada di Amerika Serikat, dengan kewajiban melapor ke Badan Pengawas Aset Kementerian Keuangan AS. PESC sendiri sebelumnya telah dikenai sanksi karena diduga memberikan dukungan kepada Organisasi Jihad Swasembada Pasukan Dirgantara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC ASF SSJO).
Sementara itu, Agung Surya Dewanto membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. "Tidak benar, dan tidak pernah kirim ke perusahaan tersebut [PESC] atau ke negara Iran," kata Agung dalam klarifikasinya.
Namun, sanksi tidak hanya terbatas pada Indonesia. Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi kepada individu dan entitas di Hong Kong, Malaysia, dan Iran yang terlibat dalam jaringan pengadaan komponen drone di Timur Tengah dan Asia Timur.
Hossein Hatefi Ardakani dari Iran, yang diketahui mengawasi jaringan pengadaan komponen drone, juga mendapat sanksi. Ia merupakan ketua dewan direksi Kavan Electronics Behrad Limited Liability Company (Kavan Electronics) di Iran. Sanksi juga diberlakukan kepada Gholamreza Ebrahimzadeh Ardakani yang diduga membeli berbagai komponen untuk UAV dan menggunakan perusahaan Malaysia, Skyline Advanced Technologies SDN BHD, dalam proses akuisisi.
Selain itu, Ardakani disebut menggunakan berbagai entitas di Hong Kong dan Malaysia, seperti Dirac Technology HK Limited dan Arta Wave SDN BHD, untuk memfasilitasi pengadaan berbagai komponen drone.
Kontroversi ini menjadi sorotan karena mengungkapkan ketatnya pengawasan AS terhadap penyebaran teknologi drone yang dapat digunakan untuk tujuan militer di berbagai negara. Sanksi ini juga mencerminkan ketegangan geopolitik yang masih berlanjut di Timur Tengah.