Menyikapi kasus tersebut, Yanuar Farhanditya, Senior Communications Assistant United Nations High Commissioner of Refugees (UNHCR), mengatakan bahwa jika ada pengungsi terlibat dalam perdagangan manusia, hal itu tidak mewakili komunitas pengungsi di bawah naungan UNHCR. "Jika terbukti benar, itu merupakan kasus-kasus tersendiri dan tidak mewakili komunitas pengungsi yang lebih luas. UNHCR tetap berdedikasi untuk memastikan kesejahteraan dan perlindungan semua pengungsi di bawah mandat kami," ujarnya kepada CNNIndonesia.com pada Senin (18/12).
Yanuar menegaskan bahwa UNHCR tetap berkomitmen bekerja sama dengan pihak berwenang dalam proses penyelidikan terhadap pengungsi Rohingya yang dituduh melakukan tindak kriminal. "UNHCR menanggapi setiap tuduhan tindakan kriminal dengan serius dan berkomitmen untuk bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwenang dalam proses penyelidikan mereka," tambahnya.
UNHCR meyakini bahwa proses hukum yang berlangsung akan adil dan menyeluruh. "Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengatasi segala kekhawatiran yang mungkin timbul," kata Yanuar.
Meskipun Muhammad Amin, yang kini menjadi tersangka dalam kasus penyelundupan manusia etnis Rohingya, memiliki kartu pengungsi dari UNHCR dan gelang berwarna kuning bertuliskan UNHCR, Yanuar tidak memberikan tanggapan terkait identitasnya ketika dimintai klarifikasi lebih lanjut.
Sebelumnya, Kapolresta Banda Aceh Kombes Fahmi Irwan Ramli mengungkapkan bahwa 135 etnis Rohingya yang tiba di Aceh Besar bukanlah pengungsi, melainkan mencari pekerjaan. Kesimpulan ini didasarkan pada keterangan saksi-saksi yang diperiksa oleh polisi, menyatakan bahwa mereka datang ke Indonesia bukan dalam keadaan darurat di wilayah asal mereka. "Dapat kami simpulkan mereka bukan dalam keadaan darurat dari negara asal menuju Indonesia, mereka punya tujuan untuk mencari pekerjaan di negara tujuan," ungkap Fahmi dalam konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh.