Prabowo Menanggapi Ucapan Jokowi Soal Presiden Boleh Memihak

Pernyataan Jokowi dianggap dapat merusak demokrasi dan negara hukum oleh beberapa pihak

Prabowo Menanggapi Ucapan Jokowi Soal Presiden Boleh Memihak
Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh memihak di pilpres

Cydem.co.id' Jakarta - Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, memberikan tanggapannya terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai kewenangan presiden untuk memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden (pilpres). Prabowo menyatakan bahwa hal tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan mengajak semua pihak untuk mematuhi aturan tersebut.

"Saya kira sudah ada diskursus dan sudah diatur oleh peraturan semuanya. Saya kira kita berpegang pada itu saja," kata Prabowo usai menghadiri acara dialog bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Gedung KWI, Jakarta Pusat, Jumat (26/1).

Ketika ditanya apakah dia menganggap tidak masalah jika seorang presiden memihak asal tidak menggunakan fasilitas negara, Prabowo tidak memberikan jawaban langsung.

"Anda jangan taruh kata-katamu di mulut saya dong," ujar Prabowo kepada awak media.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa seorang presiden diperbolehkan untuk memihak dan berkampanye dalam pilpres asalkan mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

"Pelajaran itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

Prabowo sendiri berada di lokasi saat Jokowi menyampaikan pernyataan tersebut. Ia terlihat menganggukkan kepala dan tersenyum.

Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Meutya Hafid, mengatakan bahwa pernyataan Jokowi tersebut bertujuan untuk menjelaskan aturan yang diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu), bukan sebagai deklarasi dukungannya dalam Pilpres 2024.

Namun, pernyataan Jokowi tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk partai politik dan masyarakat sipil.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai pernyataan Jokowi sebagai sikap berbahaya dan menyesatkan yang dapat merusak demokrasi dan negara hukum.

"Jika dibiarkan, sikap ini akan melegitimasi praktik konflik kepentingan pejabat publik, penyalahgunaan wewenang, dan fasilitas negara yang jelas-jelas dilarang," kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/1).