Perekonomian Terhimpit, Ekspor Indonesia Terkoreksi Tajam di Awal Tahun 2024

Sektor industri pengolahan, termasuk logam dasar, mengalami penurunan nilai ekspor sejalan dengan mengecilnya ekspor ke negara tujuan

Perekonomian Terhimpit, Ekspor Indonesia Terkoreksi Tajam di Awal Tahun 2024
BPS mencatat nilai ekspor nikel dan barang turunannya mencapai Rp14,37 triliun pada Januari-Februari 2024 dibanding tahun lalu yang Rp19,84 triliun.

Cydem.co.id' Jakarta - Pada awal tahun 2024, Indonesia kembali menghadapi tantangan serius dalam sektor ekspor, terutama dalam perdagangan nikel dan barang turunannya. Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nikel dan produk turunannya merosot tajam sebesar 27,26 persen menjadi US$0,92 miliar atau sekitar Rp14,37 triliun, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menurut Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, penurunan ini menjadi catatan yang cukup mencemaskan, terutama karena potensi dampaknya terhadap perekonomian nasional. "Ekspor nikel dan barang turunannya mengalami penurunan yang signifikan, khususnya ekspor yang ditujukan ke Tiongkok," ungkap Amalia dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (15/3).

Penurunan ekspor tidak hanya terjadi pada sektor nikel, tetapi juga terdapat dalam sektor industri pengolahan lainnya. Logam dasar bukan besi, salah satu komoditas ekspor utama, mengalami penurunan sebesar 13,57 persen menjadi US$2,21 miliar atau sekitar Rp34,53 triliun. Begitu pula dengan ekspor logam dasar mulia yang turun drastis mencapai 63,77 persen menjadi US$013 miliar atau sekitar Rp2,03 triliun.

Kondisi ini semakin diperparah dengan penurunan ekspor ke beberapa negara tujuan utama. Misalnya, ekspor logam dasar bukan besi ke China turun sebesar US$377 juta atau sekitar Rp5,89 triliun. Begitu juga dengan ekspor minyak kelapa sawit yang mengalami penurunan sebesar 22,43 persen menjadi US$3,33 miliar atau sekitar Rp52,03 triliun, dengan penurunan signifikan ekspor ke China, Malaysia, dan Bangladesh.

Amalia juga menyoroti penurunan ekspor peralatan listrik lainnya yang mencapai 49,2 persen menjadi US$0,49 miliar atau sekitar Rp7,65 triliun. "Penurunan ekspor ini mencerminkan perlambatan ekonomi di beberapa sektor, dan perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang mampu mengatasi tantangan ini," tambahnya.

Dengan demikian, penurunan tajam dalam ekspor menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan pelaku ekonomi untuk mengevaluasi strategi perdagangan dan mengidentifikasi solusi yang tepat guna menghadapi dinamika global yang semakin kompleks.