Pengusaha Susu Bongkar Kesiapan dan Tantangan Program Makan Gratis Prabowo
Apakah Indonesia Siap Hadapi Impor yang Meningkat?
Cydem.co.id' Jakarta - Pengusaha di industri susu secara terbuka membicarakan kesiapan dan tantangan yang dihadapi dalam mendukung program makan siang dan susu gratis yang diusung oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk 82,9 juta anak. Meski janji ini mendapat dukungan kuat dari masyarakat, terungkap bahwa implementasinya bisa menimbulkan lonjakan impor, terutama untuk daging sapi dan susu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN), Budiman Sudjatmiko, mengklaim bahwa program ini bertujuan untuk memastikan komposisi makanan 4 sehat 5 sempurna untuk anak-anak. Namun, Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana, memberikan peringatan bahwa Indonesia mungkin terjerat dalam impor untuk memenuhi kebutuhan program tersebut.
Menurut Teguh, impor daging sapi atau kerbau sudah mencapai lebih dari 250 ribu ton per tahun. Dia menyatakan, "Dipastikan program makan gratis akan meningkatkan impor daging." Hal yang sama berlaku untuk susu, dimana 80 persen kebutuhan susu saat ini harus diimpor.
Teguh menyoroti bahwa, walaupun program ini dianggap positif, impor yang meningkat dapat menjadi beban bagi negara. "Penerima manfaat mungkin sebagian adalah bukan konsumen susu karena kondisi ekonomi. Jadi, realisasi program minum susu gratis akan meningkatkan konsumsi susu secara nasional. Saat ini, 80 persen kebutuhan susu harus diimpor," jelasnya.
Lebih lanjut, Teguh menekankan bahwa janji Prabowo ini akan meningkatkan konsumsi bahan pokok, tetapi untuk mencapainya, perlu ada upaya radikal dari pemerintah. Ia menyebutkan bahwa meningkatkan produksi susu dan daging sapi adalah tantangan berat, terutama karena populasi sapi perah yang rendah dan perlu impor sapi perah dalam jumlah besar.
Meskipun terdapat tantangan, hasil real count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan keunggulan yang signifikan bagi pasangan Prabowo-Gibran. Dengan 74.540.324 suara atau 58,84 persen dari sampling 77,06 persen, pasangan ini mendominasi hasil pemilihan, menunjukkan dukungan kuat dari masyarakat. Namun, pertanyaan tetap ada: Apakah Indonesia siap menghadapi konsekuensi impor yang meningkat dengan implementasi program makan gratis ini?