Moeldoko Soroti Gerakan Kampus Menggugat: Lebih Baik Gunakan Jalur Hukum Resmi

Moeldoko menegaskan bahwa gerakan Kampus Menggugat UGM harus mematuhi mekanisme hukum yang telah ditetapkan

Moeldoko Soroti Gerakan Kampus Menggugat: Lebih Baik Gunakan Jalur Hukum Resmi
Kepala Staf Presiden Moeldoko menyindir gerakan Kampus Menggugat yang diinisiasi sejumlah civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM).

Cydem.co.id' Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko mengeluarkan kritik tajam terhadap gerakan Kampus Menggugat yang digagas oleh sejumlah civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam pernyataannya di Istana Kepresidenan Jakarta, Moeldoko menyoroti penggunaan pengadilan rakyat sebagai metode protes, mengatakan bahwa pendekatan semacam itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum yang telah ditetapkan.

Gerakan Kampus Menggugat, yang bertujuan untuk memulihkan etika dan konstitusi yang dianggap terkoyak dalam lima tahun terakhir, melibatkan sejumlah tokoh akademisi dan aktivis terkemuka, termasuk Wakil Rektor UGM, Ari Sudjito, dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas.

Meskipun gerakan ini mencoba untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap lembaga negara, Moeldoko menegaskan bahwa jika ada masalah terkait penyelenggaraan pemilu, maka langkah yang lebih tepat adalah melalui jalur resmi yang telah disediakan, yaitu melalui KPU dan Bawaslu.

"Saya percaya pada aturan hukum yang jelas. Sebagai negara hukum, kita harus mematuhi mekanisme yang telah ditetapkan," ujar Moeldoko.

Penekanan Moeldoko terhadap pentingnya mematuhi aturan hukum yang berlaku dalam menjalankan demokrasi menjadi sorotan utama. Meskipun gerakan protes sering kali dianggap sebagai suara perlawanan yang sah, Moeldoko menegaskan bahwa inti dari negara hukum adalah untuk tetap berpegang pada prosedur yang telah ditetapkan.

Sementara itu, tokoh-tokoh dalam gerakan Kampus Menggugat menegaskan bahwa demokrasi memerlukan perjuangan, dan bahwa pengadilan rakyat merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan.

Meskipun demikian, kritik Moeldoko terhadap gerakan ini menunjukkan perbedaan pandangan yang signifikan antara pemerintah dan sebagian kalangan akademisi dan aktivis terkait dengan cara terbaik untuk mengatasi ketidakpuasan dan masalah-masalah politik di Indonesia. Dengan perkembangan selanjutnya, pertarungan antara penggunaan jalur hukum resmi dan ekspresi protes jalanan kemungkinan akan terus menjadi fokus perhatian.