Kontroversi Pernyataan Thomas Lembong, Budiman Sudjatmiko Sebut Melanggar Etika Profesional
Pernyataan Lembong menciptakan kontroversi yang menunjukkan ketidaketisan secara profesional di pihak pemerintahan
Cydem.co.id' Jakarta - Kontestasi politik menjelang Pemilihan Presiden 2024 semakin memanas dengan adanya pernyataan kontroversial dari Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM era Jokowi. Pernyataan ini mendapat respons tajam dari Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, yang menyebutnya sebagai pelanggaran etika profesional.
Dalam sebuah keterangan tertulis pada Senin (22/1), Budiman menilai bahwa pernyataan Lembong yang menyentuh tentang tujuh tahun membuat 'contekan' bagi Presiden Joko Widodo adalah tindakan yang tidak sepatutnya. Menurutnya, mencampuri urusan pribadi, terutama menyebut ayahnya Gibran, merupakan pelanggaran etika yang tidak dapat diterima, terlebih lagi saat pasangan calon yang diusung sering menekankan pentingnya etika dalam berpolitik.
Budiman menjelaskan bahwa seorang menteri seharusnya memberikan masukan secara profesional kepada presiden, dan presiden membutuhkan bantuan menteri-menterinya untuk menguasai berbagai hal secara rinci. Ia mengingatkan bahwa ketidaketisan secara profesional dapat menciptakan ketidaknyamanan di antara para atasan, baik yang lama maupun yang baru.
"Ketidaketisan secara profesional ini akan membuat tidak nyaman bos lamanya, maupun bos barunya. Karena itu akan berpotensi terjadi dengan mereka. Ini soal etika yang sering yang selalu dibicarakan Pak Anies dan Cak Imin," ujar Budiman.
Pernyataan kontroversial Lembong muncul setelah serangkaian debat dalam kampanye presiden, terutama saat Gibran menyoroti isu Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan merujuk kepada peran Lembong di masa lalu. Dalam debat keempat Pilpres 2024, Gibran menyinggung Lembong terutama saat "menghajar" Cak Imin, dengan meragukan pemahaman Cak Imin terhadap isu tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Lembong mengklaim bahwa penyebutan namanya oleh Gibran mungkin karena rindu dan keinginan untuk mendapatkan masukan berkualitas darinya. Namun, Budiman membela Cak Imin, menyatakan bahwa konteks 'contekan' yang disebut Lembong tidak dapat disamakan dengan apa yang dilakukan Cak Imin dalam debat sebelumnya.