Joe Biden Memerintahkan Serangan Terhadap Kelompok Militan di Irak, Menyusul Serangan Terhadap Kedubes AS
Keputusan Biden meningkatkan kompleksitas situasi di kawasan tersebut, memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi konflik
Cydem.co.id' Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengeluarkan perintah untuk melancarkan serangan di tiga lokasi di Irak pada malam Natal. Langkah ini diambil setelah tiga anggota militer AS mengalami luka-luka dalam serangan yang diduga dilakukan oleh milisi Kataib Hizbullah dan kelompok afiliasinya.
Belum ada informasi terbaru setelah perintah tersebut pada Senin malam. Serangan sebelumnya oleh milisi Kataib Hizbullah terhadap Kedutaan Besar AS pada pertengahan Desember dianggap sebagai pemicu untuk 'aturan keterlibatan baru' kelompok tersebut, seperti yang diungkapkan oleh seorang pejabat keamanan dari kelompok tersebut dalam unggahan media sosial.
Meskipun kelompok tersebut tidak mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap Kedubes AS di Bagdad, mereka mengklaim bahwa kedutaan adalah pangkalan operasi terdepan untuk perencanaan operasi militer mereka. Serangan ini mendapat kecaman keras baik dari pemerintah AS maupun Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, yang menilainya sebagai tindakan terorisme terhadap misi diplomatik.
Sebelumnya, pada bulan November, AS memberlakukan sanksi terhadap kelompok-kelompok milisi yang bersekutu dengan Iran, dengan tuduhan terlibat dalam serangan terhadap AS dan mitra mereka di Irak dan Suriah. Departemen Luar Negeri AS menetapkan Kata'ib Sayyid al-Shuhada dan sekretaris jenderalnya sebagai organisasi teroris global, sementara Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap enam individu yang terafiliasi dengan Kataib Hizbullah.
Keputusan Biden untuk melancarkan serangan ini menandai tindakan tegas AS dalam menanggapi ancaman keamanan di kawasan tersebut, sambil menunjukkan komitmen terhadap perlindungan kepentingan nasional dan keamanan diplomatik di luar negeri. Peristiwa ini menjadi sorotan internasional, menciptakan ketegangan di kawasan Timur Tengah yang sedang rapuh. Seiring berjalannya waktu, dunia menantikan perkembangan selanjutnya dari konflik ini yang semakin kompleks.