Dituduh Pro-Israel, Turki Boikot Coca Cola dan Nestle
Solidaritas Global: Seruan Boikot Produk Israel Kian Menguat, Termasuk di Turki
Cydem.co.id' Jakarta - Parlemen Turki mengambil langkah tegas dengan mengumumkan boikot terhadap dua raksasa perusahaan minuman, Coca Cola dan Nestle, menyusul dugaan bahwa kedua perusahaan tersebut mendukung agresi Israel di Jalur Gaza Palestina. Keputusan ini dipicu oleh respons keras dari masyarakat Turki yang memprotes dukungan perusahaan-perusahaan tersebut terhadap tindakan agresif Israel. Pernyataan resmi dari Parlemen Turki, yang dikeluarkan pada Selasa (7/11), menyatakan bahwa produk-produk yang terbukti mendukung Israel tidak akan dijual di restoran, kafetaria, dan kedai teh di kampus parlemen.
Meskipun pernyataan parlemen tidak secara eksplisit menyebutkan Coca Cola dan Nestle, dua sumber parlemen Turki memberitahu Reuters bahwa kedua perusahaan tersebut adalah yang pertama kali ditarik dari restoran, kafe, hingga kedai di kompleks parlemen. Keputusan ini diambil sebagai bentuk solidaritas dengan rakyat Palestina, yang telah mengalami konflik berkepanjangan di Jalur Gaza. Sejak awal Oktober, angka kematian akibat agresi Israel mencapai angka yang mengkhawatirkan, termasuk ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.
Selain boikot produk, Menteri Perdagangan Turki, Omer Bolat, mengumumkan penurunan lebih dari 50% dalam volume perdagangan dengan Israel sejak awal gempuran Tel Aviv ke Gaza. Bolat mengungkapkan angka-angka ini saat mengunjungi Kuwait pada Selasa dan menambahkan bahwa ini adalah bentuk protes terhadap tindakan brutal Israel.
Seruan untuk memboikot produk Israel juga telah bergema di berbagai negara, terutama di dunia Arab dan mayoritas negara Muslim, termasuk Indonesia. Keprihatinan global terhadap krisis kemanusiaan di Jalur Gaza semakin meningkat, dengan jumlah korban tewas melampaui angka korban dalam konflik Rusia vs Ukraina yang terjadi pada tahun 2022.
Dalam konteks ini, boikot oleh Parlemen Turki menunjukkan sikap keras dan solidaritas internasional dalam mendukung perdamaian di kawasan tersebut. Keputusan ini juga memberikan pesan jelas kepada perusahaan-perusahaan besar bahwa dukungan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi manusia akan berdampak serius pada reputasi dan bisnis mereka.