Dampak Potensial Jika Negara-negara Arab Melakukan Embargo Minyak ke Israel dan AS: Kenaikan Harga Minyak, Stabilitas Pasar, hingga Ancaman Krisis Energi Global

Embargo minyak pada AS dan Israel bisa menciptakan ketidakstabilan di pasar spot, meningkatkan permintaan, dan mengangkat harga lebih lanjut

Dampak Potensial Jika Negara-negara Arab Melakukan Embargo Minyak ke Israel dan AS: Kenaikan Harga Minyak, Stabilitas Pasar, hingga Ancaman Krisis Energi Global
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengusulkan negara-negara Arab dan mayoritas Muslim mengembargo minyak ke Israel. Ilustrasi.

Cydem.co.id' Jakarta - Presiden Iran, Ebrahim Raisi, mengusulkan wacana yang mengguncangkan dunia energi global saat meminta negara-negara Arab dan mayoritas Muslim untuk melakukan embargo terhadap pasokan minyak ke Israel dan Amerika Serikat (AS). Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Liga Arab dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Riyadh, Raisi menyarankan langkah ini sebagai bentuk protes terhadap agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina. Meskipun proposal ini belum mendapatkan dukungan penuh dari beberapa negara hadir, termasuk Mesir, Qatar, dan Yordania, pertimbangkan bagaimana dunia bisa terguncang jika skenario ini benar-benar terwujud.

Ahli ekonomi Abra Talattov, Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, memprediksi bahwa dampak pertama yang mungkin terjadi adalah kenaikan harga minyak mentah secara global. Jika negara-negara Arab juga melibatkan AS dalam embargo, ini bisa merangsang kenaikan harga minyak di pasar dunia. Dalam jangka pendek, dunia dan negara-negara OKI secara keseluruhan akan merasakan dampaknya, terutama dalam bentuk kenaikan harga energi.

Namun, dampak tidak berhenti di situ. Abra Talattov menyoroti bahwa kenaikan harga minyak bisa menular ke sektor pangan. Sejarah telah mencatat embargo minyak oleh negara-negara Arab anggota OPEC pada tahun 1973 yang menyebabkan krisis energi global dan lonjakan harga minyak hingga 75 persen. Jika skenario serupa terulang, maka dapat diperkirakan bahwa harga komoditas pangan juga akan terkena dampak kenaikan harga minyak, mempengaruhi konsumen di seluruh dunia.

Dalam konteks ini, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menambahkan bahwa embargo minyak dapat menciptakan ketidakstabilan pasar dan peningkatan permintaan di pasar spot. Jika Israel dan AS sulit mendapatkan pasokan melalui negosiasi langsung, mereka mungkin terpaksa mencari pasokan melalui pasar spot, yang bisa mengakibatkan peningkatan harga akibat tingginya permintaan.

Meskipun AS saat ini memiliki produksi minyak yang cukup besar, embargo bisa memberikan dampak signifikan pada Israel, yang bergantung pada impor minyak. Meskipun produksi minyak AS telah meningkat, dampak embargo pada harga dan pasokan tetap menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan.

Sejarah embargo minyak 1973 menyuguhkan pembelajaran berharga tentang bagaimana aksi semacam itu dapat mengubah dinamika pasar energi global. Pada saat itu, embargo yang dilakukan oleh negara-negara Arab menyebabkan penurunan pasokan minyak global sekitar 6 hingga 8 juta barel per hari, yang pada gilirannya merangsang kenaikan harga minyak. Oleh karena itu, dengan usulan embargo yang muncul dari Iran, risiko terulangnya krisis energi dunia tidak dapat diabaikan.

Penting untuk dicatat bahwa analisis ini bersifat spekulatif dan berdasarkan pada asumsi bahwa embargo minyak benar-benar diberlakukan. Faktor-faktor politik, diplomatik, dan ekonomi yang kompleks dapat mempengaruhi implementasi usulan tersebut, dan kondisi pasar minyak yang sangat dinamis juga akan memainkan peran kunci dalam menentukan dampak akhir dari skenario ini.

Dengan perkembangan ini, dunia dihadapkan pada kemungkinan perubahan besar dalam geopolitik dan ekonomi energi, dan perlu diikuti dengan cermat untuk memahami konsekuensi jangka panjangnya.