Dampak dan Potensi Krisis Pasokan Minyak Akibat Usulan Embargo Iran Terhadap Israel-AS
Jika embargo dilaksanakan, Kepala INDEF Abra Talattov memperingatkan potensi kenaikan harga minyak mentah secara global dan dampaknya pada negara-negara OKI
Cydem.co.id' Jakarta - Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Liga Arab dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Riyadh, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengusulkan negara-negara Arab dan mayoritas Muslim untuk mengembargo pasokan minyak ke Israel, sebagai respons terhadap agresi di Jalur Gaza, Palestina. Walaupun usulan ini belum mendapatkan dukungan penuh, pertimbangkan bagaimana skenario ini dapat mempengaruhi stabilitas pasar minyak dan ekonomi global.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dalam pidatonya di KTT luar biasa antara Liga Arab dan OKI, menyerukan negara-negara Islam untuk mengambil langkah ekonomi keras dengan menghentikan pasokan minyak ke Israel. Meskipun upaya ini dimaksudkan sebagai bentuk tekanan atas agresi Negeri Zionis di Palestina, respons dari negara-negara seperti Mesir, Qatar, dan Yordania menunjukkan adanya ketidaksetujuan terhadap usulan tersebut.
Tentu, pertanyaan yang muncul adalah apa yang akan terjadi jika negara-negara Arab benar-benar mengimplementasikan embargo minyak terhadap Israel, dan mungkin juga AS. Ahli ekonomi Abra Talattov dari INDEF mengatakan bahwa dampak pertama yang mungkin terjadi adalah kenaikan harga minyak mentah secara global. Jika AS juga dilibatkan dalam embargo, ini bisa merangsang kenaikan harga minyak di pasar dunia. Dalam jangka pendek, negara-negara OKI dan dunia secara keseluruhan akan merasakan dampaknya, terutama dalam bentuk kenaikan harga energi.
Talattov menyoroti bahwa kenaikan harga minyak bisa merambat ke sektor lain, terutama industri manufaktur yang menggunakan minyak sebagai sumber energi utama. Kenaikan harga minyak mentah dapat menekan biaya produksi dalam sektor ini, memicu kenaikan harga barang turunan industri.
Namun, dampaknya tidak berhenti di situ. Abra Talattov juga menekankan bahwa kenaikan harga minyak bisa menular ke sektor pangan. Sejarah mencatat embargo minyak oleh negara-negara Arab pada tahun 1973 menyebabkan krisis energi global dan lonjakan harga minyak. Jika skenario serupa terulang, dapat diperkirakan bahwa harga komoditas pangan juga akan terkena dampak kenaikan harga minyak, mempengaruhi konsumen di seluruh dunia.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menambahkan bahwa embargo minyak bisa menciptakan ketidakstabilan pasar dan peningkatan permintaan di pasar spot. Jika Israel dan AS kesulitan mendapatkan pasokan melalui negosiasi langsung, mereka mungkin terpaksa mencari pasokan melalui pasar spot, yang bisa mengakibatkan peningkatan harga akibat tingginya permintaan.
Meskipun AS saat ini memiliki produksi minyak yang cukup besar, embargo bisa memberikan dampak signifikan pada Israel, yang bergantung pada impor minyak. Meskipun produksi minyak AS telah meningkat, dampak embargo pada harga dan pasokan tetap menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan.
Sejarah embargo minyak 1973 menyuguhkan pembelajaran berharga tentang bagaimana aksi semacam itu dapat mengubah dinamika pasar energi global. Pada saat itu, embargo yang dilakukan oleh negara-negara Arab menyebabkan penurunan pasokan minyak global sekitar 6 hingga 8 juta barel per hari, yang pada gilirannya merangsang kenaikan harga minyak. Oleh karena itu, dengan usulan embargo yang muncul dari Iran, risiko terulangnya krisis energi dunia tidak dapat diabaikan.
Penting untuk dicatat bahwa analisis ini bersifat spekulatif dan berdasarkan pada asumsi bahwa embargo minyak benar-benar diberlakukan. Faktor-faktor politik, diplomatik, dan ekonomi yang kompleks dapat mempengaruhi implementasi usulan tersebut, dan kondisi pasar minyak yang sangat dinamis juga akan memainkan peran kunci dalam menentukan dampak akhir dari skenario ini.