Ancaman Pidana Bagi Kades yang Tidak Netral di Pilpres 2024 Menurut UU Pemilu

Indikasi pelanggaran kampanye oleh kepala desa dianggap dapat berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran lain selama pemilu

Ancaman Pidana Bagi Kades yang Tidak Netral di Pilpres 2024 Menurut UU Pemilu
Ilustrasi. UU Nomor 7 Tahun 2023 melarang perangkat desa terlibat kampanye dan partisan dalam mendukung salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.

Cydem.co,id' Jakarta - Dalam menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2023 mengusung sanksi tegas bagi perangkat desa yang terlibat dalam kampanye atau partisan. Pasal 280 ayat 2 huruf i menyatakan bahwa perangkat desa dilarang dilibatkan sebagai pelaksana, peserta, atau tim kampanye, dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun penjara.

Pasal 282 juga menegaskan bahwa perangkat desa tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, dan pelanggaran dapat dikenai pidana sesuai dengan Pasal 490, yang mengancam dengan penjara hingga satu tahun dan denda maksimal Rp12.000.000,00. Selain itu, pelaksana, peserta, dan tim kampanye yang melanggar ketentuan pelaksanaan pemilu juga dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal dua tahun dan denda hingga Rp24.000.000,00.

Meskipun batasan-batasan ini jelas, peneliti Perludem, Ihsan Maulana, menekankan bahwa tindakan pencegahan terhadap indikasi pelanggaran kampanye harus dilakukan sejak dini. Ia menyoroti sikap ribuan kepala desa yang memberikan sinyal dukungan terhadap pasangan calon Prabowo-Gibran, mengingat hal tersebut dapat menjadi indikasi pelanggaran UU Pemilu.

Sebelumnya, Delapan organisasi kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan kepada pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Meskipun mereka enggan mendeklarasikan dukungan secara tegas, langkah tersebut menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran UU Pemilu.