Wamenkumham Sharif Hiariej Mundur Usai Ditangkap KPK: Kasus Suap dan Gratifikasi Mengguncang Kabinet

Pengunduran diri tersebut diumumkan oleh Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, yang menerima surat pengunduran diri pada Senin (6/12)

Wamenkumham Sharif Hiariej Mundur Usai Ditangkap KPK: Kasus Suap dan Gratifikasi Mengguncang Kabinet
Wamenkumham Eddy Hiariej mundur dari kabinet Jokowi usai ditetapkan sebagai tersangka.

Cydem.co.id' Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, yang akrab disapa Eddy Hiariej, mengumumkan pengunduran dirinya dari kabinet Presiden Joko Widodo setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keputusan ini menciptakan guncangan dalam kabinet, sementara Eddy Hiariej bersama dua orang dekatnya memutuskan untuk mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menggugat penetapan tersangka oleh KPK.

Surat pengunduran diri Eddy Hiariej telah diterima oleh Kementerian Sekretariat Negara, dan Presiden Jokowi dijadwalkan untuk membacanya setelah pulang dari Nusa Tenggara Timur. Meski belum ada tanggapan resmi dari Jokowi, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan bahwa keputusan akan diambil setelah presiden membaca surat tersebut.

KPK telah melakukan upaya keras dalam penanganan kasus ini, menyuratkan Presiden mengenai status hukum Eddy Hiariej dan mencegahnya bersama dua rekan dan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Pemeriksaan saksi, termasuk Anita Zizlavsky dan Thomas Azali, memberikan petunjuk lebih lanjut terkait pengurusan sengketa perusahaan yang melibatkan Eddy Hiariej.

Keputusan ini menciptakan ketegangan dalam tubuh kabinet, sementara masyarakat menanti perkembangan selanjutnya dalam penanganan kasus korupsi ini. Dalam konteks ini, KPK terus bekerja untuk mengusut tuntas kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan pejabat tinggi negara, memberikan sinyal keras bahwa penindakan terhadap korupsi tidak akan mengenal kedudukan atau jabatan.