Potensi PHK Meningkat: Pengusaha Khawatir Aksi Boikot Produk Pro Israel

Aprindo mencatat bahwa pengurangan produksi dapat memicu pengurangan tenaga kerja sebagai dampak ekonomi negatif

Potensi PHK Meningkat: Pengusaha Khawatir Aksi Boikot Produk Pro Israel
Aprindo khawatir aksi boikot produk-produk yang terafiliasi maupun diduga pro Israel bisa berdampak PHK.

Cydem.co.id' jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menyuarakan kekhawatirannya terhadap potensi peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat aksi boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi atau diduga pro Israel. Pada konferensi pers di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, pada Rabu (15/11), Roy mengemukakan keprihatinannya mengenai kemungkinan terjadinya pengurangan karyawan akibat penurunan produksi dan penjualan barang.

Menurutnya, aksi boikot dapat menyebabkan penurunan produksi dan menjadikan produk tidak laku di pasaran. Hal ini akan mendorong perusahaan ritel untuk tidak membeli dari produsen, yang pada gilirannya akan mengurangi produksi di tingkat produsen.

Roy menjelaskan, "Bisa dibayangkan nih, begitu tergerus produsennya atau suppliernya, investasi bisa hilang, kandas, pertumbuhan pasti enggak terjadi. Bahkan yang paling kita enggak mau lakukan, tapi harus dilakukan kalau enggak ada pilihan, pengurangan tenaga kerja atau PHK."

Dalam situasi di mana produk tidak laku di pasaran akibat aksi boikot, produsen dan pemasok akan menghadapi tekanan finansial yang signifikan, yang dapat berdampak pada tenaga kerja di sektor ini. Roy menyoroti bahwa jika produktivitas turun, perusahaan akan kesulitan membayar tenaga kerja tanpa mengurangi jumlahnya.

"Sementara, tenaga kerja itu setiap tahun tumbuh sekitar 2-3 persen," ucapnya.

Walaupun hingga saat ini Aprindo belum menerima laporan adanya PHK, Roy memperingatkan bahwa aksi boikot yang berlanjut dapat mengancam lapangan kerja, terutama di sektor hulu produksi. Roy pun memperkirakan bahwa aksi boikot produk terafiliasi Israel berpotensi menurunkan belanja masyarakat hingga 4 persen.

Dalam konteks ini, ia menekankan perlunya dukungan pemerintah untuk memastikan kelangsungan usaha dan menjaga ketenagakerjaan. Pemerintah diharapkan dapat memastikan ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat dan membantu menjaga stabilitas ekonomi di tengah aksi boikot yang terus berlanjut.

"Pemerintah perlu terus hadir dan bersama-sama pelaku usaha untuk menjaga kemudahan berusaha dan kepastian hukum, sehingga pelaku usaha tidak terpuruk, yang akan mengakibatkan perlambatan produktivitas hingga masalah baru lainnya seperti kandasnya investasi, keguncangan ketenagakerjaan seperti pengurangan hingga pemutusan hubungan kerja," tegas Roy.