Gibran Rakabuming 'Nepo Baby': Al Jazeera Ungkap Kontroversi Calon Presiden No Urut 2 dan Jejak Nepotisme
Meskipun dicap sebagai 'Nepo Baby', Gibran dianggap berhasil mematahkan stereotip tersebut dengan pengetahuan dan kematangannya dalam berdebat
Cydem.co.id' Jakarta - Dalam sorotan media internasional, calon wakil presiden no urut 2 Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, diberi julukan kontroversial oleh Al Jazeera sebagai "Nepo Baby" atau bayi nepotisme. Dalam artikel terbarunya berjudul "Indonesian leader's son brushes off 'nepo baby' tag in feted debate showing," Al Jazeera menyoroti perjalanan kontroversial Gibran menuju pencalonan cawapres, dengan menekankan perannya sebagai anak dari Presiden Joko Widodo.
Artikel tersebut menyoroti proses kontroversial Gibran dalam mencapai status cawapres, dari keuntungan menjadi anak seorang presiden hingga putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap mempermudah pencalonannya. Al Jazeera juga membahas potensi penerapan praktik politik dinasti yang dapat mengganggu landscape politik Indonesia.
Penampilan impresif Gibran dalam debat cawapres pertama juga mendapat sorotan, di mana Al Jazeera mencatat bahwa dia berhasil mematahkan cap "Nepo Baby" dengan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu krusial, bahkan melebihi pesaing yang lebih senior.
Namun, pertanyaan muncul: apa sebenarnya arti dari "Nepo Baby"?
Nepo Baby, kependekan dari nepotism baby atau bayi nepotisme, merujuk pada individu yang dianggap sukses dalam karirnya berkat bantuan dari ketenaran nama orang tua atau keluarganya. Istilah ini tidak hanya merambah dunia politik tetapi juga mencuat dalam dunia hiburan, seringkali melekat pada anak-anak selebriti yang sukses berkat bantuan nama orang tua mereka.
Nepotisme sendiri adalah praktik memberikan preferensi atau keuntungan kepada seseorang berdasarkan hubungan keluarga atau identitasnya, bukan semata-mata karena kemampuannya. Istilah Nepo Baby seringkali membawa stigma negatif karena kesuksesan mereka dianggap hanya terjadi karena popularitas keluarga atau orang tua.
Dalam konteks politik Indonesia, terutama dengan Gibran sebagai figur publik yang mencuat, istilah ini memicu diskusi tentang dinasti politik dan apakah kebijakan pencalonannya berdasarkan kapabilitas atau koneksi keluarganya.
Dengan pemahaman mendalam tentang isu-isu krusial dan penampilan yang memukau dalam debat cawapres pertama, Gibran Rakabuming Raka berusaha membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar "Nepo Baby." Namun, pendapat masyarakat tetap bervariasi, mempertanyakan sejauh mana faktor keturunan dapat memengaruhi perjalanan politik seseorang.